Hembus angin sepoi meniup badan. Rumput dan pepohonan tampak ikut bergoyang. Di tepi tembok pembatas jalan, saya memandang ke depan seakan ...

Risalah Perjalanan di Tepi Toba

Hembus angin sepoi meniup badan. Rumput dan pepohonan tampak ikut bergoyang. Di tepi tembok pembatas jalan, saya memandang ke depan seakan terhipnotis oleh hamparan panorama yang disajikan. Lembah hijau yang diapit oleh dua bukit tinggi dengan ujung sebuah danau berwarna biru. Danau Toba, begitu kami menyebutnya.

Bakara, Humbang Hasundutan
Bakara


Mengintip Toba dari Bakara

"Ini tempat favorit muda-mudi di sini untuk berduaan" suara Lubis, sopir yang membawa saya hari itu. Saya hanya terkekeh mendengarnya.

Tak pernah menyangka, sebuah danau yang dulu hanya saya kenal dan lihat melalui sebuah gambar di uang kertas seribuan kini tersaji di depan mata. Tak begitu mirip memang, karena ternyata jauh lebih indah saat secara langsung memandangnya. Lagi pula, meski sama-sama di Toba, saya sedang tidak berdiri di tempat yang sama.

Bakara; tempat saya berdiri ini merupakan satu dari sekian puluh bahkan mungkin ratusan titik tempat memandang keanggunan Danau Toba. Bakara sendiri terletak di tepi barat daya Danau Toba dan masuk wilayah Kecamatan Bakti Raja.  Tempat yang bisa ditempuh sekitar 30 menit dari Dolok Sanggul; ibu kota Kabupaten Humbang Hasundutan atau sekitar 1 jam perjalanan dari Silangit; Bandara di mana saya mendarat di tanah Batak ini.

Bakara menjadi tempat pertemuan pertama saya dengan Toba. Jika ada istilah "love at the first sight" maka saya baru saja mengalaminya. Benar, saya jatuh cinta dengan Toba pada pandangan pertama. 

Intim dengan Toba di Tepian Tipang

Saya kembali dibawa Lubis. Melewati jalan turunan dan berkelok untuk melihat Toba lebih dekat. Di bawah sana, terlihat perkampungan lengkap dengan persawahan hijau. Sesekali terlihat warga tengah sibuk dengan aktivitasnya. Konon, nama Bakara sendiri berarti tempat kediaman yang teduh (damai). Saya pun mengaminkan. Bakara memang tempat yang tenang dan damai tanpa hiruk pikuk kendaraan serta asap polusi. Sebuah tempat pelarian sempurna bagi orang-orang kota. 

Desa Tipang
Desa Tipang
Kami sampai di sebuah desa di tepi danau bernama Tipang. Desa ini salah satu tempat terbaik mengenal Toba secara lebih intim. Memberi makan ikan di keramba nelayan, menaiki perahu, serta menikmati berbagai sajian olahan ikan sambil ditemani panorama danau berlatar bukit dan langit yang luas. Saya semakin mengagumi kecantikannya.

Sampuren Janji; Indahnya Tak Pernah Ingkar 

Kenyang dengan ikan kakap merah bakar yang saya santap siang itu, selanjutnya Lubis membawa saya ke sebuah tempat bernama Sampuren Janji. Sebuah air terjun yang berada tidak jauh dari jalan yang kami lalui. Lubis menjelaskan, Sampuren dalam bahasa Batak berarti air terjun. Sementara penyematan nama janji pada air terjun ini dikarenakan lokasi ini dahulu digunakan sebagai tempat mengambil sumpah oleh para raja yang hendak berangkat ke medan perang. 

Sampuren Janji
Sampuren Janji
Air terjun setinggi 30 meter itu tampak gagah dengan guyuran air deras nan bening yang mengalir menuju danau sebagai hilir. Di bawahnya dibangun bilik-bilik yang sepertinya digunakan untuk keperluan rumah tangga oleh warga sekitar. Seseorang menyapa saya yang tengah mengambil beberapa gambar. Rupanya, Ia ingin juga gambar dirinya diabadikan.

Bertemu Markoni di Istana Raja Sisingamangaraja

Istana Raja Sisingamangaraja adalah tujuan saya selanjutnya. Nama Raja Sisingamangaraja XII sendiri tentu sudah cukup dikenal sejak di bangku sekolah dasar. Ia adalah salah seorang pahlawan nasional yang berasal dari Sumatera Utara. Dan di istana inilah Raja Sisingamangaraja I – XII memimpin dan berkuasa. 

Markoni
Markoni
Seorang guide bernama Markoni menyambut kedatangan saya. Dengan logat khas Bataknya, Ia membuka percakapan dengan beberapa pertanyaan untuk membangun keakraban. Nama saya, kota asal saya, hingga berapa lama saya ada di sana. 

"sudah dua kali istana ini hangus, tapi tetap kami bangun kembali hingga kini" jelasnya di tengah perbincangan. 
 
Istana kebanggaan orang Batak ini memang sempat dibakar sebanyak dua kali. Yakni pada tahun 1825 oleh pasukan Tuanku Rau (Bonjol) dan pada 1878 oleh pasukan Belanda. Namun akhirnya dibangun kembali oleh pemerintah dan masyarakat pada tahun 1978. 

Istana Raja Sisimangaraja
Istana Raja Sisingamangaraja sendiri terdiri atas beberapa bangunan dengan fungsi yang berbeda-beda. Seperti Sopo Godang sebagai tempat kegiatan seni dan budaya, belajar berbagai kerajinan, dan pertemuan muda-mudi; Ruma Bolon sebagai tempat pertemuan dan menerima tamu kerajaan, Ruma Parsaktian tempat tinggal raja dan keluarga; serta Sopo Bolon sebagai tempat menyimpan peralatan dan hasil pertanian serta bahan perbekalan. 

Bangunan-bangunan kayu yang penuh ukiran tersebut tampak cantik dengan warna merah yang mendominasi. Bergilir, saya masuk ke dalam bangunan tersebut satu persatu. Sejujurnya, tak banyak yang bisa saya lihat di dalamnya, selain ruang kosong dan beberapa pajangan saja. Beberapa bangunan bahkan hanya tampak serupa sesaji yang menciptakan suasana kian mistis dan sakral. 

Makam Raja Sisingamangaraja X
Makam Raja Sisingamangaraja X
Apalagi di atas tanah pelataran istana tersebut, terdapat pula makam para raja termasuk makam dari Raja Sisingamangaraja X dan Raja Sisingamangaraja ke XI yang konon di dalamnya hanya berisi kepala Raja Sisingamangaraja X saja, sementara badannya berada di tempat yang berbeda. Menurut cerita, Raja Sisingamangaraja X wafat karena dipenggal oleh Belanda.

Memandang Toba dari Ketinggian Sipinsur

Esok hari, saya kembali mencari tempat untuk memandang Toba dari sisi yang berbeda. Kali ini saya diantar oleh Lubis ke Geosite Sipinsur. Tempat ini menjadi salah satu lokasi terbaik menikmati pemandangan Danau Toba dari atas ketinggian. Memiliki luas sekitar 2 hektar, Geosite Sipinsur berada di ketinggian 1.213 Mdpl. Pohon-pohon pinus yang subur di sekelilingnya membuatnya semakin sejuk nan asri. 
 
Geosite Sipinsur
Geosite Sipinsur
Berbeda dengan tempat wisata yang saya datangi di hari sebelumnya, Geosite Sipinsur tampak lebih siap menerima kunjungan wisatawan. Terlihat dari berbagai fasilitas yang disediakan. Restaurant, penginapan, taman bermain hingga camping ground.  Tak heran jika objek wisata ini sering dijadikan sebagai lokasi kegiatan kepramukaan. Bahkan festival Danau Toba juga pernah digelar di tempat ini.
 
Lubis kemudian menunjukkan pada saya kabupaten-kabupaten yang bisa dilihat langsung dari Sipinsur. Mulai dari Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Tobasa, dan Samosir.

Geosite Sipinsur
Geosite Sipinsur
Humbang Hasundutan hanyalah satu dari tujuh kabupaten yang secara geografisnya mengelilingi Danau Toba. Berkenalan dengan satu kabupatennya saja saya sudah dibuat terpikat, bagaimana jika di kemudian hari nanti saya berkesempatan untuk bertandang ke enam kabupaten lainnya?

Betapa mujur masyarakat Batak yang memiliki tanah subur dan danau indah ini. Lokasi meletusnya gunung berapi yang terjadi puluhan juta tahun silam, telah menjelma menjadi danau luas nan cantik di tengah kaldera raksasa. Tak salah jika pemerintah melalui Kementerian Pariwisata menempatkan Danau Toba sebagai salah satu destinasi super prioritas. Keelokan alam yang dimiliki Toba memanglah patut untuk dipamerkan kepada dunia.

Tabik.


5 comments:

  1. Salah satu sisi Danau Toba yang belum pernah ku datangi nih, semoga nanti bisa nyampe ke sana..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiiin smoga ku juga bisa balik ke sana. ehehe

      Delete
  2. Doakan semoga bs nyusul kesana mas..kirain nama apa tadi..ternyata janji nama air terjun..

    ReplyDelete
  3. Gede banget itu danau toba... semoga bisa mengunjunginya suatu hari nanti hehehe... :D

    ReplyDelete
  4. Sebuah perjalanan di Danau Toba yang memukau mas. Lansekap alamnya serta nilai budayanya menjadi primadona utama...

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung & berkenan meninggalkan komentar :)