Rasanya mata sudah tak jenak untuk memejam kembali. Padahal jam masih menunjukkan pukul setengah 4 pagi, dan alarm yang sudah saya set di smartphone pun belum sempat untuk berbunyi.
"Jam berapa?" tanya Mas Sitam yang ternyata juga sudah terbangun dari tidurnya.
"Masih setengah jam lagi" jawabku sambil beranjak dari tempat tidur dan segera menunaikan hajat pagiku.
Masih dalam rangka #EksplorDeswitaJogja (Eksplor Desa Wisata Jogjakarta) saya bersama 8 travel blogger lain pagi itu sedang berada di homestay Desa Wisata Nglanggeran. Sore sebelumnya kami sudah sempat menikmati sunset di Embung Nglanggeran, dan pagi itu kami berencana menikmati sunrise di puncak Gunung Bantal yang berada di Kampung Pitu Nglanggeran.
Sepertinya tak hanya saya yang bersemangat pagi itu, nyatanya tak satupun dari kami yang terlambat untuk berkumpul di depan joglo tepat jam 4 pagi. Tak menunggu lama, Mas Aris dan kedua temannya datang membawa mobil bak terbuka untuk mengangkut kami ke Kampung Pitu yang tadi sudah saya sebutkan. Kampung Pitu sendiri merupakan kampung yang berada di puncak sisi timur Gunung Nglanggeran Gunungkidul dan selama ratusan tahun hanya dihuni oleh pitu (tujuh) kepala keluarga. Sebab itu lah kampung ini membuat banyak orang penasaran apa yang membuatnya hanya dihuni oleh 7 kepala keluarga saja, dan mitos apa yang membuatnya tak dapat dihuni oleh kurang atau lebih dari tujuh kepala keluarga.
Mobil bak terbuka itu tengah melaju di pagi buta menerabas dinginnya udara pagi. Tanjakan demi tanjakan sukses ia lewati meski sesekali raungan mesin terdengar lebih keras pertanda tanjakan yang dilalui cukup curam. Kami yang berada di atasnya berkonsentrasi pada pegangan tangan dan sesekali menunduk saat ada dahan atau ranting pohon yang menjulang ke jalanan. Semakin jauh, dan semakin tinggi. Kami sampai di sebuah mushola di tepi jalan untuk menunaikan ibadah sholat subuh. Seorang bapak dan ibu paruh baya juga berada di sana. Hanya mereka berdua saja. Benar, suasana sepi sangat identik dengan kampung ini. Selesai sholat, kami melanjutkan perjalanan. Dari tempat parkir selanjutnya kami berjalanan kaki.
Sunrise Gunung Bantal Nglanggeran |
Sunrise Puncak Gunung Bantal Nglanggeran |
Sebelum berkunjung ke pemukiman kampung pitu, kami terlebih dahulu menuju puncak Gunung Bantal untuk menikmati matahari terbit. Kampung pitu ini memang memiliki spot yang cocok untuk menikmati matahari terbit ataupun matahari terbenam. Gunung Bantal sendiri terletak di sisi timur Kampung Pitu. Dari sini pula kita dapat melihat embung Nglanggeran dari ketinggian, dan melihat puncak Gunung Nglanggeran yang berada di seberang. Mentari tampak malu menampakkan diri pagi itu, namun tak mengurangi keriaan kami berpose di depan kamera. Kabut putih terlihat menyelimuti setiap sela perbukitan, membuat mata tak bosan memandang. Sejuknya udara pagi ditambah dengan pemandangan pegunungan batu yang tertutupi vegetasi hijau membuat pagi itu terlihat sempurna.
Puncak Gunung Bantal Nglanggeran |
Puncak Gunung Bantal Nglanggeran |
FYI, puncak ini dapat kita akses melalui jalan setapak yang berlumpur saat musim hujan, sementara di beberapa bagian juga merupakan tebing yang cukup curam sehingga perlu kewaspadaan saat menuju puncak ini terutama saat pagi buta. Sangat disarankan untuk membawa alat penerangan berupa senter. Kata Mas Lilik & Mas Heru yang kala itu menjadi guide kami, saat pagi hari kawanan kera juga biasa datang ke area ini, sehingga perlu kewaspadaan pula dengan kehadiran mereka. Amankan barang bawaan agar tidak dirampas.
Puncak Gunung Bantal Nglanggeran |
Puncak Gunung Bantal Nglanggeran |
Puas menikmati pemandangan dari puncak Gunung Bantal, selanjutnya kami diajak mengunjungi pemukiman Kampung Pitu. Sebuah rumah berbentuk limasan menjadi tujuan kami. Di sinilah sesepuh atau juru kunci dari Kampung Pitu tinggal. Mbah Redjo Dimulyo namanya. Konon usinya saat ini sudah 100 tahun, meski kami juga tidak dapat memastikannya. Maklum saja, orang dulu mayoritas belum memiliki catatan resmi berupa akte kelahiran, hanya mengandalkan ingatan saja. Mbah Redjo merupakan generasi ke empat dari Eyang Iro Kromo, sehingga jika dihitung Kampung Pitu ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Dari Mbah Redjo ini kami mendapat banyak informasi seputar Kampung Pitu, meski tak semua informasi diberikan. Konon, hanya orang terpilih saja yang dapat menerima cerita lengkap mengenai Kampung Pitu ini. Ada semacam "mitos" yang masih dijaga di kampung ini, dan Mbah Redjo tak mau "ditawar" soal itu. Seperti saat beberapa pertanyaan yang sempat kami lempar, hanya di jawab oleh Mbah Redjo dalam bahasa jawa yang artinya kurang lebih "tak perlu saya ceritakan". Kamipun paham dan harus puas dengan informasi seadanya, tidak ingin memaksakan bertanya.
Masih kata Mbah Redjo, kampung pitu ini dijaga oleh penunggu yang mereka sebut dengan "Mbah Jenggot". Wajib hukumnya untuk para pengunjung yang datang ke Kampung Pitu memberikan salam dan bersikap sopan. Istilah dalam bahasa jawa "kudu kulonuwun" (harus permisi) atau akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mengenai hal ini kata beliau sudah terjadi beberapa kali, pengunjung yang datang tanpa permisi tiba-tiba terjatuh. Entah bagaimana kronologi dan cerita lengkapnya Mbah Redjo tidak menceritakan secara detail apa makna dari "terjatuh". Namun hal ini bisa menjadi pesan atau pengingat buat kita bahwa dimana pun berapa tak sepantasnya kita datang tanpa permisi dan berlaku kurang sopan di tempat orang. Mengenai asal usul dari Kampung Pitu sendiri sangat erat kaitannya dengan keraton. Dulu, ada seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta menemukan pohon Kinah Gadung Wulung yang sangat langka dan di dalamnya terdapat keris pusaka. Oleh abdi dalem tersebut diadakan semacam sayembara dimana bagi siapa saja yang dapat menjaga pusaka dalam pohon tersebut maka akan diberikan imbalan berupa tanah untuk anak keturunannya. Ada banyak orang sakti yang mencoba datang dan tinggal ke tempat ini, namun hanya ada tujuh orang yang dapat bertahan.
Mbah Redjo Dimulyo Juru Kunci Kampung Pitu Nglanggeran |
Hingga saat ini, menurut kepercayaan warga setempat Kampung Pitu hanya dapat dihuni oleh tujuh kepala keluarga saja. Jika lebih dari tujuh, maka akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, seperti anggota keluarga yang sakit-sakitan, sering bertengkar, dll. Oleh karena itu setiap anggota keluarga yang sudah berkeluarga dan membuat kepala keluarga baru, biasanya akan turun dari Kampung Pitu ke kampung Nglanggeran lain di bawah, atau merantau ke Kota. Sebaliknya, jika kepala keluarga berkurang, maka kepala keluarga turunannya akan menggenapi.
Mbah Redjo Juru Kunci Kampung Pitu Nglanggeran |
Kami juga sempat berkeliling di kampung ini. Suasananya masih sama seperti saat kami sampai di pagi subuh. Sepi. Tidak banyak aktivitas warga yang bisa kami lihat di kampung ini, apalagi jarak dari satu rumah ke rumah lainnya cukup berjauhan. Sejauh kami berkeliling hanya 2 warga yang kami temui.
Sebutan Kampung Pitu sendiri sebenarnya baru ada sekitar tahun 2015 lalu dan secara administrasi Kampung Pitu ini bukan merupakan sebuah kampung melainkan merupakan satu lingkup RT saja yang berisikan 9 rumah, 7 kepala keluarga, dengan 25 jiwa (update 25 feb 2017).
*Tulisan ini merupakan catatan perjalanan yang didapat saat kegiatan #EksplorDeswitaJogja (Eksplor Desa Wisata Jogjakarta) yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Desa Wisata Provinsi DIY 23-26 Februari 2017.
Desa Wisata Nglanggeran
Alamat: Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, DIY
www.gunungapipurba.com
Email: gunungapipurba@gmail.com
CP: 081802606050 (Sugeng) / 081804138610 (Aris Budiyono)
Baca Juga :
1. Eloknya Pemandangan di Embung Nglanggeran
2. Gunung Api Purba Nglanggeran, Trekking di Tebing Batu ala Film 127 Hours
3. 5 Hal Menarik yang Bisa Kamu Lakukan di Desa Wisata Malangan Sleman DIY
Baca Juga :
1. Eloknya Pemandangan di Embung Nglanggeran
2. Gunung Api Purba Nglanggeran, Trekking di Tebing Batu ala Film 127 Hours
3. 5 Hal Menarik yang Bisa Kamu Lakukan di Desa Wisata Malangan Sleman DIY
penasaran, jadi kalo lebaran gitu masih tetep sepi apa rame keluarga pada mudik? tinggal di sini maksudnya tinggal yang dalam waktu lama gitu atau misal cuma singgah dan nginep satu dua hari juga diitung sebagai tinggal?
ReplyDeletehahahaha. biasanya bangun cepet tuh karena udah nggak sabar pengen pergi sih :D
Mungkin lebih rame, walaupun gak rame2 bgt. Hahaha tinggal dlm artian yg sebenarnya, bukan hanya singgah. Gitu sih kayaknya
DeleteDari bangun subuh, jalan kaki di antara kegelapan, dan menikmati mentari serta berkunjung ke rumah sesepuh Kampung Pitu.
ReplyDeleteSaya di sini nyari tulisan live instagram kok nggak ada ya? Padahal pagi itu heboh banget loh :-D
Hahahah biarkan itu menjadi bagian dr behind the sceen aja. xixixi
Deleteseharusnya juga 7 blogger yg kesitu biar pas kak :p
ReplyDeleteTrs yg 2 ditinggal di homestay gt maksudmu -_-
DeleteGreget banget deh pas ke sini dapet paket lengkap. Syahdunya juga dapet banget.
ReplyDeleteBahagiaa itu juga ditambah dikasih belalang sawah goreng yang yahud itu rasanya. Nyymmmm *lalu dihabisin mas alid
di #EksplorDeswitaJogja kita puas bgt makan belalang goreng yak. hihihi pdhal kalo beli lumayan mahal jg :D
DeleteHahahaa... ini yang live Instagram dan yang nonton cuma duaaaaa....
ReplyDeleteIya, cm dua ratus viewer. Yg penting kan happy :3
DeleteWah sunrisenya kece! Saya suka sama sunrise dari gunung kak. Ini gunung sebenarnya hanya bukit saja kan? Saya pengen juga nyoba kesana kalau pulang ke Jogja.
ReplyDeleteOiya, salam kenal ya kak.
Hahaha iya, sbenarnya hanya bukit saja. Yap slm kenal jg, terimakasih sdh berkunjung :)
DeleteWah, embung nglanggeran ini buat hunting sunrise oke juga ya ternyata :D
ReplyDeleteYg itu pas sunset mas, bukan sunrise. Hihihi
Deletedah lama mau kesini blm kesampaian mas....mau lihat pemandangan kayak gitu kudu tangi jam piro jal hehehehe
ReplyDeleteHahahah kami sih jam 4 mas. hehehe kala mau camp di puncak Nglanggerannya aja lebih seru. :D
DeleteBoleh gak ya ngekos di kampung pitu sebulan gitu, biar bisa mengenal lebih dekat kampungnya dan biar bisa naik ke puncak lihat sunrise setiap hari hahaha
ReplyDeleteYakin mau sebulan di sana? jauh banget dari minimarket lho. hahaha
Delete