Dalam rangka menyambut kepulangan @ayunqee dari Tanah Hindustan, sekaligus mengobati rindu bermalam di tepi pantai, akhir bulan lalu saya dan beberapa teman camping di Pantai Sanglen Gunungkidul, Jogjakarta.
Cuaca yang belakangan kurang menentu dan sering berubah, membuat kami sepakat untuk berangkat pagi untuk menghindari hujan yang biasa turun saat siang/sore hari. Meski akhirnya tak sesuai rencana, siang itu kami sudah berkumpul di alun-alun Wonosari Gunungkidul. Karena sudah jam makan siang, kamipun menepi di tempat makan di Jl. Baron untuk mengisi perut. Siang yang awalnya sangat terik menyengat, tiba-tiba turun hujan deras saat kami tengah menikmati menu makan siang kami. Jadilah kami menunggu hujan reda sambil bermain kartu poker. Berjam-jam kami terjebak hujan di tempat makan tersebut. Saat hari sudah menunjukkan pukul 3 sore, hujan pun mulai reda, meski masih menyisakan rintik gerimis. Kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Sekitar 30 menit perjalanan, kamipun sampai di Pantai Sanglen. Pantai Sanglen ini masih masuk satu kawasan dan satu TPR dengan Pantai Baron, Krakal, Kukup. Untuk memasukinya, kita harus membayar uang retribusi sebesar Rp10.000,-/orang.
Untuk menuju Pantai Sanglen, dari Kota Jogjakarta kita hanya butuh waktu tempuh sekitar 2 jam perjalanan saja. Rute paling mudah adalah Jogja - Jalan Wonosari - Piyungan - Wonosari - Alun-alun Wonosari - Pertigaan Pos Polisi (belok kanan) - Jalan Baron - Loket TPR (retribusi) BKK (Baron Krakal Kukup) - Sampai di Pantai Kukup belok kiri - Lewati Pantai Sepanjang dan sampai petunjuk jalan masuk Pantai Watukodok - Masuk ke arah Pantai Watukodok hingga ketemu dengan plang menuju Pantai Sanglen (berada di sebelah kanan Pantai Watukodok)
Dari jalan masuk ke Pantai Watukodok, medannya berupa jalan bersemen (cor), namun saat berbelok ke Pantai Sanglen, jalannya berupa turunan tanah berlumpur dan berbatu. Butuh kehati-hatian untuk menuju tempat parkir (jika tidak yakin membawa kendaraan turun, bisa parkir di atas). Di luar dugaan, ternyata pantai ini sudah banyak fasilitas termasuk dengan listrik. Nah untuk menuju bibir pantai, kita masih harus berjalan kaki melewati jalan setapak turunan yang cukup licin, apalagi sore itu gerimis tipis masih belum reda.
Sampai di bibir pantai, kami segera mencari tempat untuk mendirikan tenda. Seorang bapak tua yang kami panggil Embah (saya lupa menanyakan namanya) menyambut kami dan mencarikan tempat. Di bagian sisi barat terdapat semacam camping ground yang sangat nyaman karena tanahnya datar, dan bertempat di bawah pepohonan cemara. Saat kami sedang mendirikan tenda seorang pemuda menghampiri kami dan meminta kami pindah karena camping ground katanya sudah ia booking bersama rombongannya. Belakangan kami tahu mereka rombongan dari sebuah perguruan tinggi di Jogjakarta. Meski awalnya sedikit menggerutu (karena tempat tersebut si Embah yang menunjukan) kamipun berbesar hati untuk pindah ke bagian timur. Si Embah pun sedikit kebingungan dan meminta maaf pada kami. Ia pun mencarikan tempat di bagian timur , di bawah pepohonan pandan. Tak lama, kamipun mendirikan tenda.
Malam menjelang, gerimis tipis masih belum juga reda. Kami membuat semacam tenda darurat dari jas hujan yang di ikat di pepohonan, dan membuatnya menjadi semacam dapur umum. Di sana lah kami merapat di atas matras yang sempit, dan menyalakan kompor untuk menyeduh kopi dan mie instan. Nikmatnya tiada tara. Bayangkan saja, perpaduan aroma mie instan dan kopi dikolaborasikan suasana malam yang dingin dan suara deburan ombak pantai, tetesan air gerimis, dan bisikan-bisikan curhat diantara kami. Ah, inilah quality time bersama kawan yang sering kami rindukan.
Untungnya, saat menjelang tengah malam dan rasa kantuk mulai menggelayut, gerimis mulai reda. Saya dan beberapa teman memilih memasang hammock dan tidur diatasnya, sebagian lainnya masuk tenda, dan sisanya tidur di atas pasir pantai beralaskan matras. Tak seperti camping biasanya yang waktu tidur sebentar, malam itu saya cukup nyenyak dengan waktu yang lumayan panjang. Tak terasa pagi menjelang, beberapa orang dari rombongan lain sudah mulai terdengar suara aktifitasnya. Saya pun beranjak. Mengantri di toilet umum sederhana yang hanya ada 2 biji saja. Selesai buang hajat kecil dan mengambil wudhu, saya tunaikan sholat subuh. Pun dengan teman lain yang menyusul dan segera menempatkan diri untuk berjamaah.
Mentari pagi menemani kami menikmati pantai. Sayang, sampah berserakan di sepanjang pantai sangat mengganggu pemandangan. Yapz, di sepanjang Pantai Sanglen ini banyak sekali sampah plastik yang berserakan. Kalau kata orang, sampah ini tak sepenuhnya berasal dari sampah yang di tinggalkan oleh para pengunjung, melainkan juga sampah dari tempat lain yang terbawa oleh ombak dan terdampar di pantai ini. Untungnya, kami sudah membawa trash bag. Kami pun secara bergotong royong memunguti sampah-sampah tersebut, memasukkannya ke trash bag, dan mengumpulkannya di pembuangan sampah. Tak hanya dari rombongan kami, terlihat beberapa rombongan lain melakukan hal yang sama. Pun demikian dengan rombongan yang berada di camping ground sisi barat.
Seperti biasa, saat kami camping selalu ada sesi memasak, entah capcay, paklay, atau sekedar mie instan. Kabar baiknya, pagi itu kami juga sukses menanak nasi dengan matang (ingat tragedi nasi gagal matang di Gunung Andong). :D
Pantai Sanglen ini menurut saya recomended sebagai salah satu pilihan alternatif untuk camping keluarga. Karena di pantai ini sudah cukup banyak fasilitas. Camping ground, toilet, warung makan, bahkan sudah ada listrik. Embah yang saya sebutkan tadi juga menyediakan air panas, mie instan, dll. Nah, bagi yang camping di Pantai Sanglen ini kita harus membayar Rp10.000,-/orang pada si Embah. Biaya ini sudah termasuk dengan penggunaan toilet/kamar mandi. Jadi meski semalaman kita bolak-balik ke toilet sudah tidak perlu membayar lagi.
Berminat untuk camping di Pantai Sanglen?
Baca Juga :
1. Pantai Srau; Tiga Pesona Dalam Satu Nama
2. Camping Asik? di Pantai Watulawang Gunungkidul Aja!
3. Pantai Greweng; Mengusir Sepi Bersama Moldi
Baca Juga :
1. Pantai Srau; Tiga Pesona Dalam Satu Nama
2. Camping Asik? di Pantai Watulawang Gunungkidul Aja!
3. Pantai Greweng; Mengusir Sepi Bersama Moldi
Sesuk-sesuk rek ngecamp aku diajak yo akkakakak.
ReplyDeleteSiyaaappp mas :v
DeleteRJJ
ReplyDeletera ajak ajak -__-
Km kan ngetrip ke Karja kak :3
DeleteWaktu ke pantai2 di Gunung Kidul kok gak ngeliat pantai ini ya.. kelewatan kayaknya ^^
ReplyDeleteBerarti harus kesana lg mas :v
DeleteWah sayangnya saya gak sempat ke sini waktu ke Jogja terakhir. Tapi boleh juga untuk rencana trip berikutnya. Terakhir saya hanya sempat ke Pantai Glagah di Kulon Progo Yogyakarta, di sini juga ada camping groundnya lhoo. Sebagai referensi bisa baca pengalaman saya ini: http://garisbatas.com/pantai-glagah-yogyakarta-dengan-laguna-indah/
ReplyDeleteSip! Terimakasih sdh mampir mas :)
DeleteItu pantainya keren bangeeetttt...
ReplyDeleteItu pantainya keren bangeeetttt...
ReplyDeleteJangan lupa mampir mas :)
Deletewah ... pemandangan sangat mempesona sekali mas
ReplyDeleteWidih pantainya mantap bro...
ReplyDeleteYuk camping bareng mas :v
DeleteDulu pernah nginep di pantai Gunung Kidul, belum ada namanya dulu pantai apa, sepi banget, nah malemnya ada yang "godain" jadi dech semaleman cuma di tenda.
ReplyDeleteTapi asyik nginep di pantai tuh, makin cinta ama alam.
hiiii apaan tuh yg godain mba :v
Deletepantai di gunung kidul emang bagus...sudah lama ga camping dsana..hehhee
ReplyDeletepantainya masih sepi yaa mas?
Iya, masih banyak pantai yg masi sepi di GK mas, meski beberapa uda mulai rame jg sih :v
DeleteBaru denger nama sanglen tapi kalo pantai kukup nya sech aku pernah kesana
ReplyDeleteHayu mas cum, ngepantai GK bareng :v
Deletemau tanya, itu di situ sudah ada kamar mandinya trs air selalu tersedia kah?? pengen camping jg
ReplyDeleteSdh ada. Tp kamar mandinya baru ada 2 biji, jd harus antri. Di warung/parkiran atas kmarin baru di bangun kamar mandinya, mungkin sekarang sdh jadi :)
Delete