Jika kamu mengikuti akun sosial media saya di @lagiliburcom barangkali sudah tahu jika pada bulan Maret kemarin saya baru saja melakukan pe...

Balada India; Negeri Sejuta Drama

Jika kamu mengikuti akun sosial media saya di @lagiliburcom barangkali sudah tahu jika pada bulan Maret kemarin saya baru saja melakukan perjalanan ke India. Tidak hanya di instastoris, bahkan saya sempat update di twitter secara berkala apa saja yang saya alami di tanah hindustan ini. Bukan hanya tentang kesenangan dan keriaan saya beserta teman-teman perjalanan saja, melainkan juga perkara "drama".

Mehtab Bagh, India
Mehtab Bagh, India

Jauh sebelum saya berangkat ke India, saya sudah mendapat banyak cerita mengenai drama negeri ini. Bahkan kata salah satu kawan saya, bukan India jika tidak ada drama. Baiklah, sampai di sini tentu saya sudah siap dengan segala risiko yang kemungkinan terjadi selama berada di sana. Ya, meski sebenarnya masih tidak menyangka juga India ternyata se-"drama" itu.

So, di postingan blog kali ini saya akan menceritakan beberapa drama yang kami alami selama di India. Barangkali di antara kamu yang sedang membaca juga ada yang berencana untuk mengunjungi negara ini. Jadi bisa mengantisipasi drama-drama apa saja yang mungkin bisa terjadi. Kan?

Status Penerbangan Lenyap



Bandara Soekarno Hatta, Jakarta
Bandara Soekarno Hatta, Jakarta
Drama pertama yang harus kami alami adalah perubahan jadwal terbang berkali-kali oleh maskapai, tanpa ada pemberitahuan via email. Mungkin tidak semua orang akan mengalami hal ini. Tergantung maskapai, amal perbuatan, dan nasib.

Sebagai catatan, maskapai yang kami pakai adalah Jet Airways (JAW) full service dengan harga tiket hanya sekitar 1,4 juta rupiah pulang-pergi. Murah? banget! tiket ini kami peroleh tahun lalu sekitar bulan Agustus saat ada promo dari aplikasi OTA mytrip.com. Bahkan beberapa orang lainnya mendapat harga 1,2 juta PP oleh maskapai yang sama. Emm, sebentar. Kami tak boleh terlalu senang dulu.

Dengan harga yang sebenarnya tidak masuk akal ini, barangkali juga mengharuskan kami memaklumi dengan drama yang akan kami alami. Termasuk soal jadwal terbang yang berubah-ubah. Dari bulan Agustus 2018 hingga bulan Maret 2019, sejujurnya kami tidak mendapat kendala apapun. Status tiket kami telah confirmed semua, bahkan visa juga sudah ada di tangan. Mendekati hari H, tepatnya akhir Februari dan awal Maret, berita kurang enak mulai berhembus. Situasi Pakistan dan India memanas dan mengakibatkan beberapa bandara, terutama India bagian utara ditutup. Sampai di sini, kami masih baik-baik saja.

Yang kami cemaskan adalah perihal tiket yang sudah confirmed tiba-tiba cancel/hilang. Beberapa orang terpantau membagikan pengalaman tersebut di group facebook Backpacker Internasional. Ini membuat kami harap-harap cemas dan rutin cek di web JAW.  Dan benar saja, tepat seminggu sebelum berangkat atau tanggal 8 Maret, kami bertiga (saya, Mamady, Mba Dini) harus dikejutkan dengan hilangnya rute penerbangan JAW Sing-Delhi, dan Delhi-Bangkok. Sementara yang masih tertera confirmed hanyalah penerbangan Garuda Jkt-Sing, dan Bangkok-Jkt.

Hari itu juga Mamady membombardir JAW dengan komplain via sosmed dan email, yang pada akhirnya membuahkan hasil dengan dibantu oleh staff JAW di Jakarta. Tapi, kami yang seharusnya berangkat pada tanggal 17 Maret malam hari dan pulang tanggal 24 Maret malam hari, harus iklas diubah dengan berangkat pada 16 Maret jam 8 malam dan pulang 25 pagi jam 9 pagi. Artinya kami harus berangkat maju 1 hari dan pulang mundur 1 hari. Tidak hanya itu, rutenya pun berubah menjadi Jkt-Hongkong-Delhi, dan Delhi-Sing-Jkt. Padahal saat itu saya sudah beli tiket kereta ke Jakarta. Lalu? Ya mau tidak mau saya harus cancel dan beli baru lagi. Huf!

Sudah selesai? Kami harap begitu. Tapi kenyataannya tidak semudah itu Ferguso! Tepat sehari sebelum keberangkatan, penerbangan kami lenyap lagi. Lalu berakhir dengan perubahan rute lagi (meski jam keberangkatan masih sama) menjadi Jkt-Hongkong-Mumbai-Delhi. Rute yang lebih panjang dengan 2x transit. Meski demikian kami masih bisa berusaha untuk menikmati perjalanan. Bahkan saat transit di Hongkong kami sempat mlipir sebentar ke Disneyland sekadar berfoto di depan gerbangnya saja. Yaaa, itung-itung menghibur diri.

Pada akhirnya, kami berhasil terbang dan sampai di Delhi tanggal 18 Maret pagi hari. Kalau kata Ayun "ini baru drama episode pertama, masih ada episode berikutnya". Hmmm

Koper Rusak dan Pecah


Koper Rusak di Bandara Mumbai
Koper Rusak di Bandara Mumbai
Saya masih ingat saat petugas JAW di konter check-in Bandara Hongkong mengatakan jika kami bisa mengambil bagasi di Delhi (kota tujuan akhir kami). Maka saat sampai di Mumbai, kami santai saja tanpa terfikir untuk mengambil bagasi. Selesai dengan urusan toilet, kami menuju konter transit. Di sana, ternyata kami ditanya di mana bagasi kami. Lah???

Ternyata, kami harus mengurus sendiri bagasi dengan mengambil dan membawanya ke konter transit ini. Mau tak mau, kami harus kembali masuk ke bagian pengambilan bagasi. Jelas kami tidak menemukan koper-koper itu di tempat pengambilan bagasi karena sudah diganti oleh bagasi dari penerbangan lain. Drama pun dimulai dengan nanya ke sana ke mari. Oleh bagian informasi, kami disuruh pergi ke bagian informasi di sisi lain. Lalu oleh petugas tersebut, kami diminta pindah ke bagian klaim bagasi. Tidak juga mendapatkan koper, kami disuruh mendatangi konter JAW.

Akhirnya empat koper kami terlihat berdiri di depan konter tersebut. Hmm. Sekedar informasi, tidak semua petugas informasi di India ramah dan informatif. Ada yang mukanya jutek dan memberikan informasi sekenanya saja.

Sebelum menyerahkannya ke konter transit, kami sempatkan membuka koper tersebut untuk mengambil beberapa barang. Tak disangka, dua dari empat koper kami dalam kondisi rusak/pecah. Yasalam.

Koper pun segera kami serahkan ke bagian konter transit setelah dikemas kembali. Anehnya, kami tak diberikan kertas sebagai alat bukti untuk pengambilan bagasi (jadi tetap memakai kertas yang kami dapat dari Hongkong) dan petugas juga tidak memberikan keterangan yang jelas. Hmm Oiya, jika kalian tanya kenapa kami tidak klaim kerusakan koper, sejujurnya dalam kondisi tersebut kami lebih memilih menyimpan energi untuk drama-drama lain yang mungkin sedang menanti.

Petugas Bandara Super Lelet


Saya sudah pernah mendengar cerita tentang petugas bandara India, utamanya petugas imigrasi yang super lelet. Bahkan menurut cerita beberapa teman yang sudah pernah berkunjung ke negara ini, ada baiknya pergi ke bandara beberapa jam sebelum boarding. Karena konon sekalipun kita buru-buru karena pesawat sudah akan berangkat, petugas imigrasi tidak akan mau tahu.

Pengalaman saya dengan imigrasi India justru masih dalam level yang biasa saja. Benar jika mereka lelet, apalagi jika dibandingkan dengan imigrasi kita atau bahkan imigrasi Hongkong. Jauh Ferguso! Tapi ada yang lebih lelet dan menyebalkan dari petugas imigrasi. Yakni petugas x-ray penerbangan domestik.

Saya tak paham lagi dengan cara kerja mereka. Saat transit di Mumbai, otomatis saya harus melanjutkan perjalanan ke Delhi dengan penerbangan domestik. Setelah drama koper, kami harus menghadapi drama x-ray yang super tidak penting. Sesungguhnya antrian saya lihat tidak begitu panjang. Hanya saja, untuk memeriksa 1 orang, mereka bisa menghabiskan waktu sekitar 15 menit atau bahkan lebih. Meskipun saat itu kami sedang tidak buru-buru, tapi harus lama berdiri karena pelayanan yang lambat bagi saya itu menyebalkan.

Bayangkan saja jika satu tas penumpang mereka scan dengan sangat pelan. Misal ada barang yang mencurigakan, petugas akan membongkar tas tersebut. Sementara tas yang dicurigai ini rasionya bisa 1:3 atau bahkan lebih dari tas yang tidak dicurigai. Yang menyebalkannya lagi adalah petugas yang membongkar merupakan petugas yang sama dengan petugas yang menjalankan mesin x-ray. Jadi saat petugas membongkar tas penumpang, mesin x-ray tidak berjalan. Belum lagi petugas lain yang memeriksa badan penumpang, sangat khusyuk sekali merabanya. Hih!

Kamar Hotel Full Booked


Ngemper di Lobby Hotel Nutan Krishna
Ngemper di Lobby Hotel Nutan Krishna
Hari ke empat di India, kami mengunjungi Vrindavan, sebuah kota yang dipercaya sebagai tempat lahirnya Krisna. Tak heran jika kota ini dikenal sebagai tempat perayaan holi paling ramai dan paling meriah. Maka kami pun memutuskan untuk mengunjungi kota ini saat perayaan festival holi.

Dari Jaipur kami sengaja pergi lebih awal agar sesampainya di Vrindavan tidak larut malam dan bisa segera istirahat sebelum besoknya mengikuti festival. Butuh waktu sekitar 6 jam perjalanan hingga kami sampai di Vrindavan sekitar jam 9 malam. Seperti kota lain di India, masyarakat Vrindavan nampaknya juga sangat gemar dengan suara bising dari klakson kendaraan. Sudah bising, macet pula.

Malam itu perayaan holi sudah dimulai. Jalanan di Vrindavan mulai ditutup. Mobil van yang kami tumpangi tak mampu lagi membelah jalanan sehingga mau tidak mau kami harus bongkar muatan dan melanjutkan perjalanan dengan menumpangi rickshaw (tuk-tuk/bajaj).

Nutan Krishna; hotel yang tak akan pernah kami lupakan. Sesampainya di sana, Cik Yen sebagai koordinator trip  segera melakukan proses check in agar kami bisa mendapatkan kamar, mandi dan merebahkan diri di kasur. Sayangnya, yang terjadi tak seindah di bayangan. Resepsionis mengatakan, semua kamar sudah full boked. What the...???

Sekedar informasi, kami sudah booking 4 kamar via OYO di hotel ini sejak 3 bulan sebelumnya, bahkan 2 di antaranya sudah terbayar lunas dan status confirmed. Oleh resepsionis dikatakan bookingan kami tidak ada/tidak ada konfirmasi dari pihak OYO. Jadilah malam itu menjadi malam drama yang panjang bagi kami. Di tengah hiruk pikuk Vrindavan yang mulai ramai oleh pengunjung dari berbagai daerah (bahkan negara) untuk perayaan holi, serta rasa lelah dan ngantuk yang mulai menyerang, kami dihadapkan dengan permasalahan laknat ini.

Dari jam 9 malam kami datang hingga jam 12 tengah malam kami belum juga mendapatkan solusi apapun. Resepsionis hanya bisa menunduk dan pura-pura menelefon (yang entah siapa) serta customer service OYO yang sama sekali tak memberikan jalan keluar. Lalu, apa yang bisa kami lakukan di tengah malam seperti itu? cari hotel lain? sebentar. Malam itu adalah malam perayaan holi, di mana semua orang berdatangan ke kota ini yang sudah pasti juga mengisi semua kamar hotel di Vrindavan. Jadi, bagaimana cara kami mencari kamar hotel kosong saat tengah malam?

Kuldeep, sopir sialan kami yang sempat mengatakan akan menjemput kami (minimal kami bisa tidur di mobil) juga tiba-tiba tidak bisa dihubungi. Resepsionis bedebah yang juga sempat mencarikan hotel sekitar (yang entah benar mencarikan atau pura-pura keluar untuk menghindar) juga nihil hasil. Sementara OYO, OTA brengsek yang sempat memberikan solusi dengan menunjukkan hotel lain di Vrindavan, tak bisa memastikan ada kamar untuk kami di sana. So?

Kami hanya bisa duduk lemas di kursi lobby sambil menunggu. Menunggu ketidakpastian seperti hubungan... Uhuk! Hmm maksud saya, menunggu siapa yang kalah. Kami yang menyerah atau pihak hotel yang... mmm sebentar. Jika dipikir-pikir, tak ada gunanya juga kami menunggu. Mereka jelas tidak mungkin memberikan solusi pada kami. Kan?

Tamu hotel yang keluar masuk memperhatikan kami yang masih saja "ngemper" di lobby selama berjam-jam. Mendapat pandangan aneh itu, kami tetap cuek saja. Hingga seorang tamu yang entah berapa kali sudah lewat akhirnya menyapa dengan bahasa hindi yang tak saya pahami. "Sorry, i don't understand. I can't speak hindi" jawab saya sekenanya. Hmm bahasa Inggris saja pas-pasan, gimana hindi? Kepriben sooon soooon!

Meski tak memahami apa yang dikatakan, tapi dari bahasa tubuhnya kami paham ia menanyakan kenapa kami belum juga mendapatkan kamar. Iba melihat kenestapaan kami, ia lalu bertanya pada resepsionis menggunakan bahasa hindi dan kemudian pergi keluar bersama temannya. Kami masih saja duduk dengan kusyuk menunggu keajaiban. Mba Dini dan Kang Atep sempat menyewa rickshaw untuk mencari Kuldeep, sopir sialan yang hilang ditelan Mona (istrinya). Ngomong-ngomong Kuldeep ini pengantin baru, jadi setiap ada kesempatan di manapun, kapan pun kerjaannya hanya menelefon istrinya. Tiada yang lain. Emm sebentar. Tak penting juga cerita soal dia. Huf!

Waktu semakin berjalan menuju pagi. Belum juga ada tanda-tanda keajaiban datang hingga akhirnya si bapak yang tadi bertanya, kembali datang menghampiri kami. Belakangan, kami tahu namanya Ramesh. Dengan bahasa Inggris yang terbata, ia menawarkan satu kamarnya untuk kami tempati. Kami menolak. Selain merasa tidak enak, kami juga tak bisa secepat itu percaya dengan orang India. Btw, kamu bisa cari tahu berapa tingkat scam/penipuan di India di internet agar paham kenapa kami se"insecure" ini.

Hotel Nutan Krishna Vrindavan
Hotel Nutan Krishna Vrindavan
Selang beberapa waktu, salah satu teman Ramesh datang menghampiri kami dengan menunjukkan beberapa foto sebuah kamar penginapan yang baru saja ia datangi. Ia mengatakan, kami bersepuluh bisa menempati kamar yang cukup besar tersebut dengan membayar 6000 rupe atau sekitar 1,2 juta rupiah. Sebelum mengiyakan, saya dan Bang Noel ikut mereka untuk memeriksanya. Diantar oleh Ramesh dan kawannya, saya dan Bang Noel bertemu dengan pemilik kamar di sebuah rumah di suatu gang.

Sialnya, penginapan tersebut masih harus masuk gang lebih jauh, sementara hanya ada 1 motor untuk mengantar. Jadilah Bang Noel yang ikut pemilik penginapan, sementara saya harus tinggal di gang tersebut bersama Ramesh, 2 penjual angkringan (ya semacam angkringan lah kalau di sini) dan segerombolan pemuda yang melihatku dengan tatapan aneh. Hmm jadi begini ya rasanya jadi bule yang dipandangi oleh warga lokal dari atas sampai bawah.

Sumpah, fikiran saya jadi kemana-mana. Bagaimana jika orang-orang ini tiba-tiba menyekap, menelanjangi, memperkosa, merampok, membunuh, memutilasi, dan membuang saya di Sungai Gangga. Hmm baik, saya mulai berlebihan.

Ramesh, sesekali mengajak berbicara dengan bahasa Inggrisnya yang tak kalah berantakan. Meski sebenarnya saya juga tahu, dia sedang berusaha mencairkan suasana agar tidak mencekam seperti yang saya bayangkan. Singkat cerita, saya bisa kembali ke hotel dengan selamat sentosa dan mengabarkan penginapan yang kami periksa cukup layak ditempati. Ada 2 king bed dan 1 ekstra bed untuk kami bersepuluh. Setidaknya lumayan bisa untuk kami merebahkan badan sejenak pagi itu. Jam menunjukkan pukul setengah tiga pagi saat kami sudah siap tidur di penginapan seadanya tersebut.

Kamar di penginapan Vrindavan
Kamar di penginapan Vrindavan
Tak berlebihan jika kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ramesh dan temannya yang sudah membantu mencarikan penginapan sehingga kami tak perlu membusuk di lobby hotel laknat itu. Stereotip kami tentang India sedikit melunak. Setidaknya kami tahu ternyata masih ada orang baik di India.

Pelecehan di India Bukan Sekedar Mitos 

 
Perayaan Festival Holi di Vrindavan
Perayaan Festival Holi di Vrindavan

Jika kamu pernah mendengar berita tentang pelecehan di India atau barangkali mendengar cerita tentang banyaknya tindak pelecehan di negara ini, maka tindakan tercela tersebut benar adanya.

Pagi itu saat perayaan festival holi, kami pergi menuju Banke Bihari Temple; salah satu tempat perayaan festival holi paling populer di Vridavan. Tempat ini sebenarnya hanya berjarak tak lebih dari 500 meter dari tempat kami menginap. Bahkan hanya berjalan kaki sekitar 2 menit saja, kami sudah bisa sampai di tempat ini. Entah setan bodoh mana yang merasuki kami, pagi itu kami justru berjalan kaki mengelilingi Vrindavan berpuluh-puluh kilometer.

Sebenarnya, Banke Bihari Temple sudah sempat kami lewati. Namun karena masih pagi dan masih sepi, kami tidak sadar jika tempat itu yang kami tuju. Setelah berjalan cukup jauh dan sampai di jalan raya, kami kemudian berhenti karena kebingungan saat gmaps kami mengarahkan ke banyak tempat dengan nama yang sama. Setelah berdiskusi lama, akhirnya kami putuskan untuk meminta rickshaw yang kami temui mengantarkan kami ke tempat tersebut. Sempat curiga saat rickshaw mengarah ke gang yang sebelumnya kami lalui.

Di tengah jalan, ada serombongan bule tengah berjalan sambil melakukan ritual holi. Bodohnya, kami turun dari rickshaw dan mengikuti bule-bule tersebut. Kami fikir, mereka berjalan menuju kuil yang juga akan kami tuju. Tidak tahunya mereka jalan mengelilingi Vrindavan yang entah berapa puluh kilometer, dan masih kami ikuti. Selama berjalan, kami menjadi tontonan orang lokal di pinggir jalan. Sungguh suatu kondisi yang aneh. Jauh-jauh ke India untuk melihat orang lokal merayakan festival holi, yang terjadi justru kami yang menjadi tontonan mereka. Hmm

Sadar jika ada kesalahan dan mulai kepayahan, saya dan teman saya akhirnya memutuskan untuk berhenti mengikuti kemudian berniat kembali ke penginapan. Memang jodoh tak akan kemana, kuil yang kami cari dari pagi, justru tak sengaja kami lewati (lagi). Berbeda dengan kondisi saat pagi hari, saat itu seluruh gang penuh dengan manusia. Kami harus berjalan berhati-hati sambil sesekali terkena serangan gulal dan semprotan air berwarna dari berbagai arah.

Saat menemui beberapa bocah di suatu gang, saya berinisiatif mengajaknya swafoto. Namun saking ramainya, ada beberapa orang ikutan mendekat dan bergabung. Awalnya semua baik-baik saja sampai teriakan teman saya terdengar "aaaaa!!! aku dijahilin!!!" Dan yaps, dia dicolek oleh seorang pria yang pura-pura ikut swafoto di belakangnya. Errr!

Tiket Pulang Dibatalkan


Check-in Counter Bandara India
Check-in Counter Bandara India

Hari minggu 24 Maret, dari Agra kami kembali ke Delhi. Satu orang dari rombongan kami harus pulang ke tanah air malam itu, tiga orang lainnya melanjutkan perjalanan ke Kashmir, sementara enam orang sisanya termasuk saya, masih punya waktu sehari semalam untuk eksplor Delhi. Mamady mengajak kami untuk menikmati malam terakhir ini dengan menginap di "hotel yang sebenarnya". Maklum, selama trip India ini kami memang memilih menginap di hostel dan budget hotel. Jadi rasanya bisa dimaklumi jika malam terakhir kami tidur manja di hotel lebih bagus; Park Inn, hotel jaringan Radisson.

Eksplor Delhi akhirnya berakhir dengan wacana saja. Malam itu di group BI semakin ramai dengan orang yang berbagi pengalaman terlunta di bandara Delhi yang disebabkan penerbangannya yang cancel. Meski membawa tiket dengan status confirmed, tidak menjamin penumpang bisa langsung terbang. Hampir semua penerbangan JAW statusnya cancel atau seat penuh. Mereka kemudian dioper ke maskapai lain. Jadi intinya, yang bisa langsung terbang adalah mereka yang check-in duluan. Siapa cepat, dia dapat.

Kawatir mengalami hal yang sama, akhirnya kami memutuskan untuk langsung ke bandara setelah check-out dari hotel. Setidaknya kami bisa mengamankan seat terlebih dahulu. Namun sesampainya di  konter check-in, penerbangan kami dinyatakan cancel. Petugas check-in hanya mengarahkan kami ke bagian ticketing. Kebetulan saat itu 3 orang teman kami yang lain juga dialihkan penerbangannya ke Malaysia Airlines malam itu juga dengan rute Del-KL-Jkt. Mamady mencoba meminta penerbangan yang sama agar kami tak perlu lama menunggu. Sayangnya petugas hanya bisa memberikan penerbangan dengan maskapai yang sama namun waktu penerbangan keesokan harinya. Sempat terjadi eyel-eyelan antara Mamady dan petugas, tapi pada akhirnya Mamady menyerah saat petugas mengancam refund jika tidak mau menerima penerbangan yang diberikan. Hmm.

Kami duduk di lantai sambil membuka bekal makan siang saat tak bisa berkutik dengan jadwal pulang harus mundur lagi. Dari yang tanggal 24 malam, jadi 25 pagi, dan kini 25 malam. Karena sudah tak bisa ngeyel lagi soal waktu penerbangan, Mamady punya ide untuk meminta kompensasi. Jika dihitung dari tanggal 24 sore sampai 25 malam, artinya penerbangan kami harus ditunda 24 jam lebih. Tiga teman yang akan terbang malam itu sudah mencoba meminta, tapi tak diberikan kompensasi apapun. Sementara kami bertiga setelah berjuang dibantu Ria, akhirnya membuahkan hasil dengan kompensasi berupa hotel, makan malam, sarapan, dan antar jemput hotel-bandara. Hmm lumayan, tak perlu ngemper di bandara 24 jam.

Jadi, itu beberapa drama yang saya dan teman-teman alami selama di India. Belum termasuk dengan drama-drama kecil lain yang hanya bisa kami tertawakan. Jika kamu bertanya, apakah India negara penuh drama? jawaban saya, IYA. Apakah saya kapok ke sana? Tidak juga. Apakah ingin kembali ke sana? Mungkin, tapi tidak dalam waktu dekat.

Dengan beragam drama yang India punya, bagi saya India adalah salah satu negara yang wajib dikunjungi meski hanya sekali dalam seumur hidup. India memang tak seindah yang saya lihat. Tapi India juga tak seburuk yang saya bayangkan. India mengajarkan banyak hal. Minimal dari India, saya bisa belajar bersyukur betapa beruntungnya bisa hidup di tanah air Indonesia.

Kata orang, hanya ada 2 kemungkinan orang yang berkunjung ke India. Akan cinta sekali, atau benci sekali. Tapi kenyataannya, saya tidak di keduanya. Biasa saja rasanya. Jadi saya fikir, kami cukup berteman saja.

Tabik.




38 comments:

  1. akibat terlalu lama terjebak frindzone, seorang pemuda Boyolali mencoba memfriendzone kan sebuah negara.

    ReplyDelete
  2. Duh ngeri banget sampe ada pelecehan gt, ji. :( jadi takut ke india. Mgkn lebih baik pergi dg didampingi guide ya?

    Tapi bersyukur ya tiketnya bs buat balik. Ga perlu keluar ongkos lg.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo beneran direfund bisa jual ginjal aku di sana. kwkwkw

      Delete
  3. Itu uang buat booking hotel Nutan Krisna balik nggak mas? Secara nggak jadi nginep disana?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bilangnya mau direfund. Tapi sampai skarang ga ada kabar. wkwkwk

      Delete
  4. Aku yang baca pun ikut capek, cemas, kezal, wkwk. Dan pas pada ngemper di lobby itu ya Allah udah banyak drama, pingin ngelurusin badan pun masih adaaa aja :(( untungnya alhamdulillah semua sehat.
    Ini tulisannya nanti masih bersambung to?

    Masss epilog e kok gitu amat wkwkw

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahhaa tetep ya mba dwi fokusnya kmana. ahaha

      Delete
  5. Ngakak pas baca bagian jadi tontonan, inget Kemaren pas songkranan di Thailand juga kayak gitu... bingung mau ngapain, ditembak air juga kaga, cuma diliatin aja... syedih tapi ngakak....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha wisatawan tak dianggap apa gimana? wkwkwk

      Delete
  6. Ngakak pas baca bagian jadi tontonan. Persis seperti yg saya rasakan pas songkranan kmren di Thailand, ditembakkan kaga, cuma diliatin. Hahahaha

    ReplyDelete
  7. Ya ampun aku jadi berniat ke India dg kelas trip mewah sajalah.mungkin trip mewah akan terhitung biasa semenjak trip backpaker menjadi mengerikan.hiks. Masih lumayan lah ber10 susah senang bersama. Ga ketemu sama cewek2 india yg cantik gitu ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jgn harap dg trip mewah bs lepas dr drama ferguso! bakal ada drama2 lain menanti. wkwkwkwk

      Delete
  8. Mungkin kalo aku yang ngalamin bakalan banyak berkata kasar. Tapi habis itu istighfar.

    ReplyDelete
  9. Dan aku baca keseluruhan cerita dengan seksama :D
    Mari berteman, Om Aji!

    ReplyDelete
  10. mau ngakak tapi kasihan :(

    Sepertinya so far aku lum pengen ke India karena masih ngeri jadi perempuan di sana..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha asem... lepaskan tawamu kak, lepaskaaaan, nanti drpd jd kentut :x

      Delete
  11. Hahaha kebayang dramanya saat kejadian. I feel you-lah. Tapi yang model begini yang selalu diingat hwhwhw. Dan paling seru dituliskan segera.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha iya om, kzl di sana, pas uda di sini ya ngakak2. Gak akan terlupakan. ahahaha

      Delete
  12. India sliweran jd kunjungan blogger akhir2 ini. Jd pengen tapi takut. Ga habis pikir temenku taun lalu sendirian cewek kesana

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gak perlu takut sih mba. Asal tetep hati2 dan mengantisipasi, aman kok.

      Delete
  13. Bumbu- bumbu traveling dengan tujuan negara berkembang. Tapi aku bacanya seru mboook. Hahaha. Padahal harusnya India itu jadi salah satu negara yang maju karena industri perfilmannya yang TOP, tapi yah kalau gak gini gak ada cerita serunya. Aku masih penasaran, ingin juga berkunjung. Ditunggu cerita seru perjalanan lainnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semakin drama semakin seru ya? syemmm kzl

      Delete
  14. Tak kira judule i mung kiasan.. Ternyata drama tenanan.. Bahkan sedurunge budhal.. haha

    Wah, sepertinya harus mempelajari terlebih dahulu seputar India kalau mau ke sana.. Syukur" ada kenalan yang sudah mengenal India dan bisa memandu..
    Kalau sampai hilang arah, mungkin tamatlah sudah.. Karena orang"nya tidak seperti di Tanah Air.. haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh jangan harap bs bebas dr drama ferguso! tunggu saja drama lainnya. ahaha

      Delete
  15. Kalau traveling ke negara berkembang itu memang bikin ribet

    ReplyDelete
    Replies
    1. Trs enaknya kmana om? ke mall aja kali ya

      Delete
  16. Wah ini memang drama betulan, sampai terselip kata-kata makian, haha. Tapi seru bacanya, Mas. Bukan bermaksud bersenang-senang di atas penderitaanmu tapi saya cukup terhibur dan beberapa kali tertawa saat membaca ini. Bagaimanapun drama-drama ini jadi kenangan tak terlupakan seumur hidup, kan.

    Soal India sendiri saya juga tertarik. Tapi lebih ke tinggalan arkeologisnya seperti candi-candi atau kebudayaan sungai yang kira-kira tidak terlalu ramai festival, hehe. Dan bagaimana bisa ke sana dengan fleksibilitas cukup tapi ramah kantong serta cuti tahunan untuk budak korporat macam saya ini.

    Selain itu juga menurutku ke sana itu enaknya ramai-ramai. Saya belum berpikir punya kemampuan yang cukup untuk solo traveling ke tempat seperti itu, bahkan ketika India secara spiritual sesungguhnya sangat memperkaya.

    Intinya jika kita dipanggil oleh tempat itu, kita pasti ke sana. Hehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha dramaku menghiburmu ya mas. Baguslah, masih ada manfaatnya jg drama. wkwkwk

      Iya, smoga ada kesempatan nengokin candi-candi (beserta penunggunya) di sana mas. :D

      Delete
  17. Byuuuuuuuuh berasa baca cerpen. Temanan? Emang India mau temenan sama kowe? Bentar-bentar susumu dicuwol-cuwol jugaaaaaaaaaaaak??? wkwkwkwkwkkw

    ReplyDelete
    Replies
    1. Heh! Ora heh!!! aku masih syuciiii... wkwkwkwk

      Delete
  18. Ikut geregetan dan gemas baca drama ini dari orang penyuka drama :P :D
    Biasane nek wis merasa biasa saja, tidak di antara suka atau benci, biasane isok mbaleni maneh. Paling nunggu 1-2 tahun :P

    ReplyDelete
  19. Baca ini pas barusan mikir mau ngurus E-Visa ke India, sendiri pula. Agak2 jiper juga jadinya. Thanks for sharing this story, jadi bisa lebih aware lagi.

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung & berkenan meninggalkan komentar :)