Suatu
siang, saya bersama seorang kawan bertandang ke sebuah rumah di Desa Bejiharjo,
Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. Desa wisata yang dikenal dengan
wisata cave tubing Goa Pindul ini
memang tak henti-hentinya menarik wisatawan untuk datang. Berbeda dengan
atraksi wisata yang baru saja saya sebutkan, kali ini saya ingin mengulik
sebuah kearifan lokal yang mungkin tak akan saya temukan di tempat lain. Di
rumah tersebut, saya berkenalan dengan Marsono, sang dalang Wayang Sada.
![]() |
Marsono sang Dalang Wayang Sada |
Marsono
tampak semringah menyambut kami. Kakek berusia 70 tahun tersebut menyalami dan
mempersilakan kami duduk di tikarnya. Entah dari mana kami memulainya, yang
pasti Marsono kala itu tampak antusias menjawab berondongan pertanyaan kami.
Saya ingat betul bagaimana ia menuturkan secara runtut kisahnya mewujudkan mimpi
besarnya.
![]() |
Marsono sang Dalang Wayang Sada |
Marsono
kecil terlahir di sebuah keluarga petani dengan dua belas saudara. Dengan
kondisi ekonomi yang terbilang biasa saja, tentu membuat Marsono berpikir ulang
setiap menginginkan sesuatu. Misalnya, mimpi Marsono yang kala itu ingin
belajar menjadi dalang. Untuk mewujudkannya, Marsono harus mengambil sekolah
khusus dalang, atau setidaknya memiliki peralatan wayang, dimana keduanya membutuhkan
biaya yang tak sedikit. Sementara melihat kondisi ekonomi keluarga, ia tak
sampai hati memintanya.
![]() |
Marsono sang Dalang Wayang Sada |
Banyak
jalan menuju Roma, banyak jalan pula Marsono meraih cita-citanya. Ia yang tak
sanggup belajar memainkan wayang kulit, menggantinya dengan wayang rumput yang
ia buat sendiri. Sayangnya, untuk memainkannya ia menemukan banyak kendala.
Dengan menggunakan rumput, Marsono kesulitan membentuk lekukan, sehingga semua
wayang buatannya memiliki bentuk dan karakter yang hampir serupa. Padahal setiap
tokoh wayang, tentu memiliki bentuk khas yang membedakannya. Selain itu, wayang
dari rumput tak bertahan lama dan mudah rusak. Dari sana, Marsono kembali
berpikir mencari bahan lain yang mudah didapat, mudah dibentuk, awet, dan tentu
saja murah.
Berbekal
semangat yang tak pernah surut, pada tahun 2011 inspirasi itu tiba-tiba datang.
Tatkala ia merenung di tepian sungai, sebuah tangkai daun kelapa tampak hanyut
oleh arus di depannya. “Ini, jawabannya!”
katanya sambil mengenang masa itu.
![]() |
Wayang Sada |
Sada
yang dalam bahasa Jawa berarti lidi, dinilai tepat menjadi bahan pembuatan
wayang yang baru oleh Marsono. Selain murah dan mudah didapat, lidi juga awet
dan mudah dibentuk. Berbeda dengan rumput, Marsono bisa membentuk wayang dengan
lidi sesuai dengan karakter yang diinginkan. Mulai dari bentuk badan, hingga kepala
dan mahkota sekalipun bisa ia ciptakan dengan lekukan-lekukan yang diinginkan. Dalam
perkembangannya, Marsono bahkan mampu memanfaatkan semua bahan yang berasal
dari pohon kelapa sebagai atribut pembuatan wayang. Misalnya untuk tali temali,
ia menggunakan tali dari serabut kelapa, dan manik batok kelapa sebagai sendi-sendinya.
Uniknya,
unsur kelapa tidak hanya Marsono gunakan sebagai bahan membuat Wayang Sada,
namun juga ia gunakan sebagai nama beberapa karakter wayang ciptaannya.
Beberapa karakter tersebut seperti Prabu Glugu Wasesa (glugu dalam bahasa jawa
merupakan sebutan batang kelapa), Patih Blarak Sempal (daun kelapa yang lepas
dari pohonnya), dan masih banyak lagi lainnya. Untuk membuat satu karakter atau
tokoh wayang Marsono membutuhkan waktu sekitar 4-5 jam.
![]() |
Marsono sang Dalang Wayang Sada |
Tak
hanya membuatnya saja, kini Marsono benar-benar mampu mewujudkan mimpi besarnya
menjadi seorang dalang. Menggunakan wayang sada kebanggaannya, Marsono mampu
memainkan lakon wayang dalam sebuah pertunjukan. Berbeda dengan wayang kulit
yang biasanya dimainkan semalam suntuk, Wayang Sada hanya ia mainkan selama
tiga jam saja. Tujuannya agar penonton tidak merasa bosan, dan dapat menyaksikannya
hingga akhir cerita.
Dengan
tarif 2,5 hingga 3,5 juta sekali pertunjukan, kini Marsono cukup dikenal oleh
masyarakat Gunungkidul sekitarnya. Tak jarang ia mendapat undangan pertunjukan
pada acara budaya, hajatan, atau acara lainnya. Saat ini kata Marsono hanya ada
dua dalang yang memainkan Wayang Sada.
![]() |
Marsono sang Dalang Wayang Sada |
Demi
kelestarian Wayang Sada kebanggannya, Marsono juga membuka pintu bagi siapa
saja yang ingin menggali ilmunya. Merangkai lidi hingga membentuk sebuah tokoh
wayang yang diinginkan, atau memainkanya bak dalang dalam sebuah pertunjukan.
Untuk hal tersebut, Marsono hanya mematok tarif mulai 30 ribu rupiah saja.
Sementara bagi wisatawan yang menginginkan maha karya Marsono sebagai buah tangan,
cukup merogoh kocek mulai 25 ribu rupiah.
![]() |
Marsono sang Dalang Wayang Sada |
Lebih
dari apa yang telah saya lihat dari Wayang Sada ciptaan Marsono, saya mendapat
sebuah pelajaran dan inspirasi, bahwa mimpi dapat terwujud dengan cara dan
waktu yang tak pernah kita tahu. Terima kasih Marsono, tetaplah dalam karya
bersama Wayang Sada.
*Artikel ini pernah dimuat di basabasi.co pada 14 Maret 2018.
Wayang Sada
Desa Wisata Bejiharjo,
Karangmojo, Gunungkidul
DIY
Aku wes nulis ini tapi rung sempat tak tayang-tayangke. Gek pengen nambah koleksi foto sek :-(
ReplyDeleteWkwkwkwk gek budal Bejiharjo meneh. hahhaa
DeletePadahal lebih rumit ya kalau pakai sada, tapi karakter tiap wayangnya bisa jelas dibedakan meski lewat anyaman sada.
ReplyDeleteSemoga nanti ada penerus perjuangan beliau meneruskan wayang sada agar tetap lestari :)
Tetep lebih rumit hubunganku sm dia sih mba :(
DeleteSemangat kesehatan selalu menyertai pak Warsono. Amiin..
ReplyDeleteamin
DeleteHebat banget bapk marsono ini, sehat terus ya pak dan semoga ada yang mampu meneruskannya hehhehe
ReplyDeleteHe'eh yo, kreatif Bapake iku, untuk nongkrong nang pinggir kali...ahaha suk aku ngono ah, ben nemu inspirasi :D
ReplyDeleteSampean nongkronge bedo mesti... nganu... huh!
DeleteMembaca ini jadi ingat ceritanya Hannif juga tentang sosok ini. Salut!
ReplyDelete