Moment hari kemerdekaan Indonesia yakni pada tanggal 17 Agustus biasanya dijadikan para pendaki untuk melakukan pendakian dan mengikuti upacara bendera di puncak. Konon, sensasi perayaan di puncak gunung rasanya berbeda dan membuat rasa nasionalismenya seakan berlipat. Beberapa teman pernah berkata, saat upacara di puncak gunung rasanya lebih kusyuk, bahkan beberapa orang lainnya terkadang menetekan air mata karena terharu. Nah, di blog post kali ini saya ingin menceritakan pengalaman pertama saya merayakan hari kemerdekaan di puncak Gunung Merbabu tahun lalu bersama teman-teman dari Komunitas Backpacker Joglosemar.
Sore itu kami sudah berada di bascamp pendakian Selo. Meski sebenarnya molor cukup lama dari rencana. Yang awalnya kami jadwalkan untuk memulai pendakian sekitar jam 1 siang, menjadi jam 5 sore. Ini karena beberapa teman yang terlambat datang dengan berbagai alasan. Sebelum memulai pendakian, kami mengecek kembali barang bawaan kami sambil kembali repacking carrier agar lebih nyaman dibawa. Tak lupa sedikit briefing & doa bersama agar pendakian berjalan dengan lancar. Dan pendakian sore itu pun kami mulai.
Pintu masuk jalur Selo |
Briefing & Doa bersama sebelum pendakian |
Di post 1 kami sempat istirahat sejenak, sambil saling sapa dengan rombongan pendaki lainnya. Hal yang menyenangkan dalam sebuah perjalanan adalah menemukan teman baru. Oh iya, sejak awal pendakian, rombongan kami bertambah 2 orang, mereka adalah mahasiswa asal kota Jogjakarta dan ikut bergabung dengan rombongan kami. Udara semakin terasa dingin. Kami pun kembali melanjutkan pendakian. Kata beberapa teman pendaki, salah satu cara untuk mengatasi dingin di atas gunung saat pendakian adalah terus berjalan. Karena semakin lama kita berhenti maka dingin semakin terasa.
Perjalanan menuju pos 2 jalur yang kami lewati semakin menantang. Terdapat banyak tanjakan yang cukup curam dengan kemiringan yang lumayan. Tantangan lainnya adalah tekstur tanah yang berpasir dan berdebu. Saya harus sangat berhati-hati saat mencari pijakan. Jika salah, bisa saja terperosok. Belum lagi kami harus sabar antre satu per satu untuk berjalan dan menghindari debu yang terbawa oleh pendaki di depan kami. Untungnya, saya sudah mengenakan masker dan kacamata. Pun demikian dengan pendaki lain yang sudah mempersiapkannya. Jalan yang licin membuat pendaki saling mambatu untuk menanjak. Meski tak saling kenal sebelumnya, pendaki tak sungkan mengulurkan tangannya pada pendaki lainnya.
Sampai di post 2, kami langsung menurunkan carrier dan duduk untuk beristirahat. Ada rasa ingin menyerah dan mengakhiri pendakian yang sebenarnya belum seberapa ini. Apalagi saat melihat ke arah puncak yang masih cukup jauh. Hanya terlihat kerlap kerlip headlamp pendaki lain di jalur pendakian. Beberapa teman memberikan semangat pada saya dan beberapa teman pendaki pemula lainnya, dan mengatakan puncak tinggal 2 tanjakan saja. Ah, lagi-lagi dusta pendaki saya dengar lagi. Hufh!
Setelah melewati track yang cukup sulit, saat hampir tengah malam sampailah kami di pos 3. Di pos ini terlihat banyak tenda warna-warni telah berdiri. Badai angin terlihat kencang menerpa tenda-tenda tersebut. Mba Desi, salah seorang dari rombongan kami tengah menggigil kedinginan. Karena kawatir jika ia hipotermi, kami memutuskan untuk mendirikan tenda di pos 3 ini, dan melanjutkan pendakian esok pagi. Apalagi track yang harus kami lalui terlihat semakin curam. Tiga tenda kami dirikan. Kami pun segera masuk dan memasak air untuk membuat kopi. Di luar tenda, badai semakin kencang, doa selalu saya lafalkan meski masih ada sedikit kekawatiran. Sayapun berusaha memejamkan mata meski sleepingbag tak dapat menahan dinginnya malam. Pagi menjelang, kami pun naik ke atas bukit untuk menikmati sunrise.
Siluet pagi |
Sunrise |
Jalur dari Pos 3 ke Sabana 1 |
Dari sabana 1, kita dapat menikmati pemandangan yang indah ke arah Gunung Merapi. Saat cerah, terlihat juga lautan awan dan kita berada di atasnya.
Semakin siang, kami kembali ke tenda untuk memasak. Selesai sarapan kami pun berkemas dan tak lupa ambil foto bersama. Pengalaman yang sangat luar biasa bagi saya. Merayakan hari kemerdekaan di atas gunung untuk pertama kalinya, meski tak sampai puncak namun kami masih tetap dapat melihat betapa gagahnya bendera merah putih berkibar di atas gunung. Jayalah Bangsaku, Jayalah Negeriku, Dirgahayu Indonesia!
Bersama teman-teman Backpacker Joglosemar |
Enaknya itu ngecamp di sabana 2, jadi tinggal 40 menit sampe puncak (kalau lewat Selo). Jalur yang paling parah cuma dari pos 3 ke sabana 1. Hahahaha
ReplyDeleteIya mas. Tp mau gmn lagi, kondisinya tdk memungkinkan. Hahaha lain kesempatan lah. hihihi
Delete2 tanjakan itu bukan dusta! Hanya perlu diperjelas saja :v
ReplyDelete2 tanjakan = 2 bukit lagi, hahaha
Syeeeem... aku korban php :(
DeleteSeumur hidup, gw belom pernah naik gunung kecuali 'naik' gunung Bromo. Suka malu ditanyain sama temen-temen belom pernah naik gunung. Indonesia itu surga gunung cuy, dan gw adalah salah satu orang cupu yang belom pernah naik gunung.
ReplyDeleteDisitu kadang saya merasa sedih...
Hahaha Sama mas, sayapun cupu soal pergunungan :v
Deletecakep photonya apalagi dengan matahari itu
ReplyDeleteI very like to read such posts.
ReplyDeleteLondon Escort Services