Tak butuh waktu lama untuk menyeberang dari Bali menuju Lombok, sekitar 20 menit saja. Meski agak terganggu dengan suara baling-baling pesa...

Mendadak Bali - Lombok (Bagian 2)

Tak butuh waktu lama untuk menyeberang dari Bali menuju Lombok, sekitar 20 menit saja. Meski agak terganggu dengan suara baling-baling pesawat, namun saya masih takjub dengan pemandangan di luar jendela, apalagi pesawat tengah terbang lebih rendah. Awan putih, hijaunya daratan, dan gradiasi pantai dan laut dari tosca hingga biru menjadi pemandangan yang sayang jika dilewatkan. Dan finally, saya pun menginjakkan kaki di Pulau Seribu Masjid, Lombok!

Sampai di Bandara Lombok

Sesampainya di Bandara Internasional Lombok kami segera meluncur ke Mataram, Ibukota Lombok. Butuh waktu sekitar 1 jam perjalanan menuju kota ini. Kami disambut oleh keluarga Mamady yang ramah. Di rumah keluarga Mamady inilah kami menginap selama beberapa hari di Lombok. Setelah istirahat sejenak, malamnya saya diajak keluar oleh keluarga Mamady untuk mencicipi salah satu kuliner khas Lombok, yakni ayam bakar Taliwang. Ayam taliwang ini biasanya disajikan bersama plecing kangkung. Kami juga sempat mampir ke Epicentrum Mall, mall baru di Lombok yang merupakan mall pertama dan satu-satunya yang memiliki bioskop di sana.

Ayam Bakar Taliwang
Selama di Lombok, partner jalan-jalan kami bertambah. Ada Ocha, pegawai Mamady yang kebetulan juga sedang berada di Lombok untuk pameran. Selain itu juga ada 2 teman Mamady yakni Bu Vivi & Bu Irma. Pagi hari usai sarapan, kami diajak Mamady menyusuri pantai dan wisata yang ada di kota Mataram. Mulai dari Pantai Nipah, Bukit Malimbu, Pantai Senggigi, Pura Batu Bolong, Pura Suranadi, dan Taman Narmada.

Di Pantai Nipah, kami sempat berhenti di sebuah warung kecil yang terlihat seperti gubuk sederhana, dan ada dua orang ibu yang salah satunya sudah lanjut usia sedang sibuk mengipasi bara arang, dan seorang bapak paruh baya tengah duduk di belakangnya. Mereka bertiga sedang menunggu pelanggan yang sudi mampir membeli sate ikannya. Belakangan saya tahu, Mamady salah satunya. Sate ikan khas Tanjung ini terlihat sekilas seperti sate lilit Bali. Daging ikan ditusuk, kemudian dibungkus dengan adonan yang terdiri dari kelapa dan berbagai rempah, kemudian dibakar. Rasanya sangat gurih, sedikit pedas, dan rasa rempahnya sangat terasa.

Pantai  Nipah
Sate Tanjung
Bukit Malimbu merupakan sebuah bukit yang menghadap ke laut, dilewati oleh jalan raya dan dibatasi oleh pagar besi. Dari bukit ini, kita dapat melihat pemandangan pantai dan laut dengan gradiasi warna biru hingga tosca. Letaknya antara Pantai Senggigi dan Pantai Nipah. Pantai Senggigi sendiri merupakan pantai yang cukup terkenal di Lombok. Pantai ini menyuguhkan gradiasi pasir pantai dari hitam ke putih, memiliki ombak yang tenang, dan air laut yang jernih dan bersih. Tak jauh dari pantai Senggigi terdapat Pura Batu Bolong yang berada di atas batu karang pinggir pantai dan memiliki beberapa legenda. Mulai dari legenda pengorbanan seorang gadis perawan yang ditumbalkan pada ikan hiu, sampai banyaknya wanita yang terjun bunuh diri di tempat ini karena patah hati.

Bukit Malimbu
Pura Batu Bolong
Dari Pura Batu Bolong, Mamady mengarahkan mobil yang kami tumpangi menuju Pura Suranadi. Sebelum itu, kami sempat mampir di sebuah warung pinggir jalan di daerah Rembiga untuk membeli salah satu sate khas Lombok yang namanya sama dengan nama daerahnya, yakni sate Rembiga. Sate ini terbuat dari daging sapi yang dibakar dengan berbagai macam bumbu dan rempah. Rasanya gurih, pedas, dan manis. Saya menyukainya. Di Pura Suranadi selain untuk sembahyang, pengunjung dilarang masuk. Saya sempat ditegur oleh penjaga pura saat hendak mamasukinya. Di samping pura, terdapat aliran air yang jernih dan sangat segar di bawah rindangnya pepohonan. Sedangkan di seberang jalan, terdapat banyak warung makan berderet yang menjajakan satu lagi makanan khas Lombok berupa sate, yakni sate bulayak. Bulayak adalah sejenis lontong yang dibungkus dengan daun aren atau daun enau dengan bentuk memanjang seperti spiral, sehingga untuk membukanya harus dengan gerakan memutar. Sekilas, penampilannya seperti lepet yang ada di Jawa Barat. Sedangkan satenya terbuat dari daging sapi yang dilumuri bumbu khas Sasak. Hari itu perut saya cukup dibuat begah oleh 3 jenis sate khas Lombok tersebut.

Sate Rembiga
Pura Suranadi
Sate Bulayak
Sore hari, kami sudah berada di Taman Narmada. Taman yang luasnya sekitar 2 hektar ini dibangun pada tahun 1727 oleh Raja Mataram Lombok, Anak Agung Ngurah Karang Asem, sebagai tempat upacara Pakelem yang diselenggarakan setiap purnama kelima tahun Caka (Oktober-November). Selain tempat upacara, Taman Narmada juga digunakan sebagai tempat peristirahatan keluarga Raja pada saat musim kemarau. Di Taman Narmada ini terdapat sumber air yang dipercaya memiliki kasiat khusus seperti membuat awet muda. Di ujung taman, terdapat semacam punden berundak dan berdiri sebuah pura di atasnya.

Taman Narmada
Malam hari, Mamady kembali mengajak kami. Tujuan kali ini adalah pelabuhan di kota lama Ampenan. Disana, kami duduk menikmati semilirnya angin malam di tepian pantai sambil ditemani jagung bakar, siomay, dan jajanan lain yang banyak dijajakan di sepanjang pantai. Beberapa anak muda sedang bernyanyi sambil memainkan gitarnya. Sungguh terasa syahdu malam itu.

Saya bangun dengan semangat, pagi itu kami berencana pergi ke Gili Trawangan, sebuah pulau kecil yang terkenal keindahan dan keasriannya. Kali ini Mamady juga mengajak kedua temannya. Kami bertujuh menyebrang ke Gili Trawangan dari Senggigi dengan menyewa sebuah kapal dengan tarif Rp800.000,- seharian. Kapal tersebut bisa menampung sekitar 10 orang penumpang. Jauh lebih murah jika dibandingkan kami menumpang boat dengan tarif Rp200.000,-/orang sekali jalan. Siang itu gelombang menuju Gili Trawangan sedang besar, bapak yang mengantarkan kami menyarankan untuk menuju Gili Air terlebih dahulu. Membutuhkan waktu sekitar 1 jam dari Senggigi menuju Gili Air. Saya mengagumi keindahan Gili Air. Pantai pasir putih yang bersih dipadukan dengan air laut berwarna tosca, dan Pulau Lombok yang terlihat di seberang. Lamunan saya hilang saat melihat sekumpulan wisatawan asing sedang asik snorkeling. Sayapun penasaran dan mencoba mendekat. Dengan menggunakan snorkel yang sempat kami sewa di Senggigi, saya masuk dalam air. Betapa terkejutnya saya saat terlihat seekor ikan nemo yang lucu sedang menari di sekitaran anemon. Saya sungguh tidak menyangka, pantai sedangkal itu masih terdapat kehidupan laut lengkap dengan terumbu karang dan binatangnya yang cantik. Saya juga sempat melihat ikan warna-warni lain yang entah apa namanya. Sayangnya, action cam saya mati kehabisan daya saat ingin mendokumentasikannya.

Gili Air
Dari Gili Air, kami berpindah ke Gili Meno. Disini kapal kami tidak merapat. Hanya berada di pantai dangkal untuk mengintip biota laut yang ada di sana dengan snorkeling. Saya sangat excited. Terumbu karang dan koleksi biota laut di Gili Meno sangat menawan. Ikan warna-warni dan bergerombol mengelilingi saya. Saya benar-benar takjub melihatnya. Yang masih saya sesalkan, saya tidak dapat mengabadikan semua keindahan itu.

Gili Meno
Kapal kami ahirnya mendarat di Gili Trawangan. Di pulau ini kami menyewa sepeda dan mengelilingi Gili Trawangan sebelum duduk santai di sebuah cafe. Meski hari itu merupakan weekday, Gili Trawangan masih saja ramai, dan mayoritas pengunjung adalah wisatawan asing. Di Gili Trawangan ini, kita tidak akan menemukan kendaraan bermotor. Hanya ada sepeda dan cidomo, kendaraan khas Lombok yang digerakkan oleh seekor kuda seperti dokar/andong.

Gili Trawangan
Sore hari, kami bersiap kembali ke Mataram. Dari Gili Trawangan perlu waktu sekitar 2 jam menyebrang ke Senggigi. Apalagi sore itu gelombang lumayan cukup besar. Kapal yang kami tumpangi naik turun seperti wahana di dufan. Di atas kapal, untuk mengusir kejenuhan, kami bernyanyi. Bukan lagu pop, rock, dangdut koplo, ataupun campursari. Melainkan lagu-lagu wajib nasional. Mulai dari Indonesia Raya, Padamu Negeri, Berkibarlah Benderaku, Maju Tak Gentar, dll. Dengan lantang dan penuh semangat kami menyanyikannnya. Sesekali kami terbahak saat menyadari tingkah konyol kami.


Sampai di Pantai Senggigi, kami menikmati sunset di tepi pantai sambil menyantap sate. Ya, lagi-lagi saya harus bertemu dengan sate bulayak. Meski mulai bosan, namun mumpung di Lombok saya berusaha tetap menikmatinya. Malamnya, saya kembali dikenalkan lagi dengan makanan khas Lombok lainnya, Nasi Balap Puyung yang pedasnya luar biasa dahsyat.

Sunset Senggigi
Nasi Balap Puyung
Pagi itu kami bangun pagi dan tak lupa berkemas. Ayah Mamady yang seorang dokter sengaja mengosongkan jadwal operasi agar dapat mengantarkan kami ke bandara. Tidak lupa kami sempatkan mampir ke toko oleh-oleh khas Lombok untuk mencari buah tangan. Sejujurnya trip kali ini sangat jauh berbeda dengan trip-trip yang pernah saya lakukan sebelumnya. Trip ini lebih banyak dihabiskan untuk duduk, makan, nongkrong, dan ngobrol. Tidak banyak eksplore, hunting foto, atau kegiatan aktif lainnya. Untungnya saya bukanlah tipikel treveler yang memaksakan segala hal sesuai dengan gaya saya. Saya lebih fleksible untuk urusan ini. Karena saya percaya, bahwa setiap perjalanan akan membawa cerita berbeda, entah kemana ataupun dengan siapa. Seperti halnya saat saya harus puas hanya dengan merekam di kepala saya tentang keindahan bawah laut Gili Meno tanpa ada dokumentasi di kamera. Mungkin ini artinya agar saya punya alasan untuk kembali ke sana. Lombok, memang tak kan pernah bikin kapok! Sayonara.



7 comments:

  1. Weeehh aku dari awal cuma pengen satu kalo ke Lombok, sepedaan di Gili Trawangan aja :-D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha Nanggung amat mas. Jelajahin semua lah... kalo perlu sepedahan ke rinjani. hahaha

      Delete
  2. ke lombok belum pernah..apalagi gili trawangan (doh)
    liat view2 pantainya bagus2..pengelolaannya juga bagus ga kalah sama bali..
    nasi balap puyung..hmm..di jogja udah ada yg jual belum ya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. ayok hunting makanan Lombok di Jogja mas :D

      Delete
  3. doooooooooooh, jadi kangen nyimeng sama joget reagge di trawangan :((

    Keep writing, keep sharing, keeper kebobolan.

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung & berkenan meninggalkan komentar :)