Sebelum kembali untuk pulang ke Solo, kami masih memiliki waktu yang cukup untuk mengunjungi satu wisata lagi di Dataran Tinggi Dieng, yakn...

Bau Kentut di Kawah Sikidang

Sebelum kembali untuk pulang ke Solo, kami masih memiliki waktu yang cukup untuk mengunjungi satu wisata lagi di Dataran Tinggi Dieng, yakni Kawah Sikidang. Langit mulai mendung dan gelap saat kami selesai mandi di kamar mandi umum depan pintu masuk Candi Arjuna. Tak perlu menunggu lama, kamipun bergegas ke Kawah Sikidang yang dapat ditempuh sekitar 10 menit saja. Tiket masuk ke Kawah Sikidang ini sudah satu paket dengan tiket masuk ke Candi Arjuna. Itulah kenapa kami gak mau rugi merasa sayang melewatkannya.


Kawah Sikidang
Di Dataran Tinggi Dieng sendiri sebenarnya terdapat banyak kawah, seperti Kawah Sibanteng, Kawah Sileri, Kawah Sinila, dan Kawah Timbang. Namun dari berbagai kawah tersebut, yang paling populer ialah Kawah Sikidang. Hal ini dikarenakan kawah ini paling mudah untuk dijangkau. Berada di sebuah tanah yang datar, membuat Kawah Sikidang dapat dijangkau oleh pengunjung tanpa perlu menaiki puncak gunung seperti kawah pada umumnya.

Ada beberapa versi cerita asal muasal kawah ini dinamakan Kawah Sikidang. Sebagian orang berpendapat, karakteristik kawah dengan lubang yang mengeluarkan gas suka berpindah-pindah seperti kijang (kidang dalam bahasa Jawa). Sebagian orang lainnya masih mempercayai asal muasal nama sikidang dari cerita rakyat yang kemudian berhubungan dengan kondisi beberapa anak Dieng yang berambut gimbal.



Untuk masuk ke area kawah kita harus melewati sebuah pasar tradisional yang menjual berbagai sayuran dan hasil ladang lainnya. Selain itu juga ada berbagai macam-macam makanan olahan yang bisa dijadikan untuk oleh-oleh. Salah satu strategi market yang cukup cerdas menurut saya. Dengan cara yang demikian, mau tidak mau setiap pengunjung sudah pasti melihat lihat dagangan yang mereka gelar. Pun, saat berjalan mendekati kawah, sesekali saya masih melihat beberapa pedagang, bahkan ada penjual telur mentah. Usut punya usut, kita dapat membeli telur tersebut untuk direbus di  kawah ini sampai matang dan bisa langsung dikonsumsi.


Tempat merebus telur


Sejujurnya, saya kurang nyaman berlama-lama di Kawah Sikidang ini karena tidak tahan dengan bau belerangnya yang menyengat. Bahkan sejak dari Candi Bima saya sudah tak nyaman dengan bau yang sebelumnya saya kira bau kentut teman saya. Untunglah saya masih tetap sadar sampai perjalanan selesai, tanpa harus mendapat nafas buatan karena pingsan. Jadilah kami hanya sejenak mampir di kawah ini untuk foto-foto dan kemudian kembali. Apalagi hari itu sudah semakin sore, dan mulai turun gerimis. Kami pun memutuskan untuk segera kembali pulang, agar tidak kemalaman. Kawah Sikidang menjadi penutup perjalanan yang cukup berkesan bersama dua travelmate saya berkeliling di Dataran Tinggi Dieng. Sampai jumpa di perjalanan berikutnya!

7 comments:

  1. Kayaknya penulisnya juga bau :D #BW

    ReplyDelete
  2. udah lama banget ga kesini..
    terakhir tahun 2010 apa ya..
    hmm udah ada tulisan gedhenya buat selfie :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haelah... biar kekinian mas, gih kesana lagi bt selfi :)))

      Delete
  3. kalau baunya nyengat gitu sya pasti udah gak tahan pengen buru-buru jauh dari kawah.. hehe

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung & berkenan meninggalkan komentar :)