"Budaaaal!!!" begitulah kata Mas Ade siang itu di bbm dalam Bahasa Jawa yang kurang lebih artinya "Berangkat!!!". Waktu...

Serunya Touring Keliling Negeri di Atas Awan; Dieng!

"Budaaaal!!!" begitulah kata Mas Ade siang itu di bbm dalam Bahasa Jawa yang kurang lebih artinya "Berangkat!!!". Waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang, padahal kami membutuhkan waktu sekitar 5-6 jam untuk sampai di tempat yang akan kami tuju. Ya, siang itu saya, Mas Ade, sama Mba Ika sudah berencana ke Dieng, Wonosobo. Bukan rencana dadakan sebenarnya, karena sudah ada obrolan sebelumnya. Namun siang itu kondisional mengingat saya ada keperluan pagi hari. Jadi sampai siang belum ada keputusan apakah kami akan jadi berangkat atau tidak. Sampai ahirnya jam 1 siang kami sepakat untuk segera packing dan berangkaaatttt!

Dieng Wonosobo
Ini merupakan trip pertama saya di tahun 2016, sekaligus mewujudkan salah satu wishlist saya tahun lalu yang belum terealisasi. Jam 3 sore kami sudah berkumpul di halte Boyolali karena rute yang akan kami tempuh adalah via Selo Boyolali - Secang - Temanggung - Wonosobo - Dieng. Mba Ika datang lebih dulu dari Solo Baru dengan naik bus, Mas Ade menyusul dari Klaten, dan kemudian saya tak lama kemudian. Mas Ade berboncengan dengan Mba Ika, sedangkan saya bersama angin (baca : sendiri) nasib! :(

Melewati jalan yang menanjak dan berkelok kami melewati Cepogo - Irung Petruk - Selo - Ketep Pass. Sampai di Ketep, kami menepikan motor untuk beristirahat sejenak sambil bertanya jalan alternatif menuju Secang. Dari Boyolali kota sampai Selo jalanan sudah cukup baik, namun dari Selo ke Ketep Pass hancur sehancur hatiku dengan kesendirianku. #MulaiBaper Perjalanan kali ini kami hanya mengandalkan GPS smartphone dan GPS manual (gunakan penduduk sekitar). Sialnya, saya sering tertinggal di belakang, entah kesalip kendaraan besar, kena lampu merah, ditinggal ngebut Mas Ade, dan sebagainya. Rasanya pengin lemparin mereka granat dari belakang! -_- Sudah tahu saya sendiri, tetap saja sering ditinggal. Ditinggalin itu rasanya sakit, apalagi ditinggal nikah. #Eh #MakinBaper 

Mie Ongklok Muhadi

Di sepanjang jalan saya mengagumi pemandangan yang luar biasa, mulai dari hamparan sawah yang hijau sampai gunung-gunung yang berdiri gagah. Mulai dari Guung Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing, dan masih banyak lagi. Kami hanya beberapa kali menepi sebentar untuk beristirahat. Sekitar 4 jam perjalanan kami ahirnya sampai di alun-alun Wonosobo. Untunglah, dari berangkat sampai di Wonosobo cuaca bersahabat dan tidak turun hujan sama sekali. Kami beristirahat sejenak di sebuah ATM sambil mendinginkan pantat yang mendidih saking panasnya. Perut yang sedari sore belum terisi ahirnya menuntut haknya. Mumpung di Wonosobo, kami pun segera mencari makanan khasnya, Mie Ongklok! Awalnya, kami menuju ke Jl. Ronggolawe untuk mencicipi Mie Ongklok Longkrang, sayangnya malam itu sudah tutup. Ahirnya kami kembali memutar dan ke Jl. Ahmad Yani yakni ke Mie Ongklok Pak Muhadi. Dam malam itu, kami kenyang dengan semangkuk mie ongklok dan sepiring sate yang nikmat. Nom nom nom...!

Mie Ongklok Muhadi
Jam 9 malam, kami segera melanjutkan perjalanan ke Dieng. Butuh waktu sekitar 45 menit dari alun-alun Wonosobo sampai ke Dieng dengan kecepatan yang normal. Jalan menuju Dieng ini sudah sangat baik, namun menanjak dan kadang berliku. Masuk kawasan Dieng kita harus bayar uang retribusi @Rp2000,-/orang dan Rp1.000,- per motor. Udara malam itu pun terasa semakin menusuk. Bahkan terasa sampai hati yang kosong. #BaperParah! zzzZZZzzz

Golden Sunrise Puncak Sikunir

Dieng sendiri sebenarnya terletak pada dua kabupaten, yakni masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Beberapa objek wisata masuk Kabupaten Wonosobo, dan sebagian lainnya masuk Kabupaten Banjarnegara. Kami sempat berfoto di depan tulisan selamat datang sebelum ahirnya menuju Sembungan Village, Desa tertinggi di Pulau Jawa tempat dimana Telaga Cebong dan Sikunir berada. Di telaga tersebut lah kami akan mendirikan tenda. Untuk masuk ke kawasan ini pengunjung membayar Rp10.000,-/orang. Kami segera menuju area camping ground yang mengitari Telaga Cebong dan di sambut oleh petugas di basecamp untuk diberikan sedikit briefing dan beberapa aturan yang harus ditaati oleh pengunjung. Salah satunya dilarang mendirikan tenda di puncak Sikunir, dan hanya boleh di area Telaga Cebong saja. Untuk mendirikan tenda di area ini pengunjung juga harus membayar uang kebersihan Rp10.000,- Selesai mendirikan tenda, malam itu kami segera masuk dan memejamkan mata. Selain cukup sepi karena weekday, malam itu dinginnya juga luar biasa, apalagi kami harus bangun subuh paginya untuk mengejar sunrise di Puncak Sikunir.

Golden Sunrise Puncak Sikunir
Kami sudah berada di Puncak Sikunir pukul 5 pagi sambil menikmati gorengan hangat yang kami beli sebelum naik ke puncak. Tak lama berselang, sunrise pun muncul dengan indahnya dan kamipun sibuk dengan kamera, dan sesekali sibuk ngomongin pengunjung lain. #rumpik!



Telaga Cebong

Turun dari Sikunir, kami menikmati mie instan dan kopi di tepi Telaga Cebong, menemani obrolan kami pagi itu. Terlihat beberapa rombongan lain juga tengah melakukan hal yang sama di depan tenda mereka. Telaga ini dikelilingi oleh perbukitan yang hijau, dan pagi itu cuaca cerah menampilkan langit biru dan awan putih, membuat kami sayang melewatkannya tanpa dokumentasi.

Telaga Cebong
Batu Pandang Ratapan Angin

Semakin siang, kami malanjutkan perjalanan ke Batu Pandang Ratapan Angin. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai disana mengingat letak objek wisata di Dieng ini memang tidak berjauhan letaknya. Batu Pandang sendiri berada satu lokasi dengan Dieng Plateau Theater, dan hanya perlu berjalan kaki beberapa menit saja melewati jalan setapak yang menanjak. Kami sengaja tidak mampir ke Gedung Theaternya untuk menghemat waktu. Dari Batu Pandang ini, pemandangan telaga warna terlihat dari ketinggian. Untuk masuk ke kawasan Batu Pandang, perlu membayar tiket seharga Rp.10.000,-

Batu Pandang Ratapan Angin
Candi Bima

Puas memandangi Telaga Warna dari Batu Pandang Ratapan, kami melanjutkan perjalanan. Kali ini kami menyusuri candi. Pertama, kami ke arah Kawah Sikidang. Tepat di pertigaan sebelum gerbang masuk Kawah Sikidang ini terdapat sebuah candi, namanya Candi Bima. Candi ini hanya terdiri oleh satu candi yang berdiri sendiri, tidak tampak candi lain yang mengiringi disekitarnya. Untuk memasukinya, pengunjung tidak dipungut biaya.

Candi Bima
Candi Gatotkaca

Dari Candi Bima kami menuju Candi Gatotkaca. Candi ini terletak di sebelah barat kompleks percandian Candi Arjuna atau sebrang Museum Kailasa. Candi Gatotkaca ini terlihat sudah tidak utuh. Candi ini pun, bebas dari pungutan biaya masuk.

Candi Gatotkaca
Candi Setyaki

Candi selanjutnya ialah Candi Setyaki. Masih di sebelah barat kompleks Percandian Arjuna, dari Candi Gatotkaca ke arah utara. Candi Setyaki terdapat beberapa bangunan meski tinggal reruntuhan saja, dan terlihat tidak utuh lagi. Masuk ke Candi Setyaki juga masih free alias gratis.

Candi Setyaki

Kompleks Candi Arjuna

Terahir, kami mengunjungi Kompleks Percandian Arjuna. Untuk masuk ke area kompleks candi, kami harus membayar tiket Rp10.000,- sudah termasuk dengan tiket masuk Kawah Sikidang. Seperti candi lainnya, candi ini pun tak utuh lagi. Banyak reruntuhan candi di kompleks ini, sedangkan di candi utama sendiri, tampak beberapa candi yang masih berdiri diantaranya Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Berada di Candi Arjuna, kemanapun mata memandang, yang terlihat adalah pegunungan yang hijau. Rasanya kami tengah terjebak di tengah lembah hijau di sebuah sudut kecil surga dunia. Untung bukan terjebak nostalgia. #Errrr

Candi Arjuna
Kawah Sikidang

Langit mulai mendung saat hari sudah semakin siang. Kami pun segera mencari kamar mandi umum. Iya, kami baru mandi saat sudah tengah hari, itupun masih menggigil hampir beku saking dinginnya seperti kamu. #eh maksudnya seperti air es. Selesai mandi & sholat kami balik arah ke Kawah Sikidang. Untuk masuk ke area ini, kami tak perlu lagi membayar tiket, cukup menunjukkan tiket Candi Arjuna saja untuk kemudian disobek oleh petugas loket. Bau belerang sangat menyengat meski dari kejauhan. Bebatuan kapur putih, kawah yang mengepulkan asap putih, dengan latar pegunungan hijau menjadi perpaduan pemandangan yang menarik di Kawah Sikidang ini.

Kawah Sikidang
Hari sudah semakin sore, langitpun terlihat mendung, dan gerimis mulai turun. Kami segera bergegas untuk kembali pulang, agar kami tidak kemalaman mengingat waktu yang kami butuhkan sekitar 5-6 jam perjalanan. Di jalan, kami sempat mampir di toko oleh-oleh khas Dieng, carica dan purwaceng. hihihi Carica adalah manisan yang dibuat dari buah carica atau pepaya gunung, pohon dan buahnya hampir mirip seperti pepaya pada umumnya namun berukuran kecil. Sedangkan purwaceng adalah minuman seduh penambah stamina, katanya sih cocok untuk meningkatkan, ehem! Gitu deh... :D

Mie Ongklok Longkrang

Hujan ahirnya turun cukup deras, kami terpaksa mengenakan jas hujan. Dengan hati-hati kami turun melewati jalan yang licin. Sekitar pukul 4 sore, kami sampai di kota Wonosobo. Awalnya kami sempat bingung ingin mencari makan apa, dan ahirnya kami putuskan untuk kembali menikmati Mie Ongklok. Kebetulan, Mie Ongklong Longkrang yang sebelumnya gagal kami coba masih buka. Kamipun mampir untuk mencicipinya. Hmm, mumpung di Wonosobo jadi puas-puasin makan makanan khasnya. Hujan, dingin, makan Mie Ongklong. Rasanya, hauceeek! Sempurnaaaa...!

Mie Ongklok Longkrang
Hujan masih mengguyur, perjalanan kami lanjutkan masih dengan memakai jas hujan. Sejam kemudian, kami sampai di Temanggung. Adzan maghrib menghentikan kami di sebuah masjid untuk menepi. Selesai sholat, kami melanjutkan perjalanan. Untunglah hujan telah reda. Kami sempat salah jalan, dan terpaksa putar arah. Karena jalur yang kami ambil ternyata menuju Semarang. Yah, walaupun sebenarnya kami pun bisa lewat Bawen - Salatiga nantinya, namun kami memutuskan untuk putar arah. Kondisi malam hari, membuat kami memilih jalur Temanggung - Magelang - Jogja dibandingkan via Selo Boyolali. Sampai di Jogja, kami sempat kembali diguyur hujan meski sebentar. Pukul 10 malam, kami sudah sampai di rumah. Total perjalanan pulang kami sekitar 6 jam, 1 jam lebih lama dibandingkan saat kami berangkat.

Rute :
  • Rute berangkat : Solo - Selo Boyolali - Ketep Pass - Secang - Temanggung - Wonosobo - Dieng. Total perjalanan sekitar 5 jam.
  • Rute pulang : Dieng - Wonosobo - Temanggung - Secang - Magelang - Jogja - Solo. Total perjalanan sekitar 6 jam.
Biasanya, yang sering ditanyakan adalah biaya. Nah berikut mungkin sedikit gambaran saja dan dengan catatan, saya motoran sendiri dan kami nenda/camp bukan menginap di homestay.
  • Bensin : 55 ribu (saya sendiri, tidak share cost)
  • Share cost : 100 ribu (3 X makan, tiket masuk, parkir, camilan, air mineral, dll)
Jadi, untuk trip saya Solo - Dieng ini hanya perlu biaya kurang lebih sekitar Rp155.000,- (belum termasuk pengeluaran oleh-oleh) dan mungkin akah lebih hemat lagi jika saya berboncengan dan share cost bensin dengan teman.

Tips Keliling Dieng :
  • Mintalah denah wisata Dieng di loket informasi saat masuk kawasan Dieng, karena denah ini amat sangat membantu.
  • Meski objek wisata dari satu ke yang lainnya sangat dekat, namun kita tetap butuh transportasi. Motor adalah solusi tepat. Jadi jika ke Dieng tidak bawa motor, saran saya cari rental motor.
  • Berada pada ketinggian, seringkali membuat Dieng mendung dan tertutup kabut. Ada baiknya pastikan cuaca saat cerah untuk keliling Dieng, segera mulai keliling pagi-pagi jangan terlalu siang sebelum berkabut.
  • Saking banyaknya objek wisata yang ada di Dieng, sebaiknya tentukan prioritas wisata yang ingin di kunjungi, kecuali jika memiliki banyak waktu & ingin mengunjungi semua.
  • Jangan lupa membawa baju hangat atau jaket karena cuaca di Dieng sangat dingin, apalagi jika memilih nenda/camp seperti kami.
  • Dieng memiliki festival yakni Dieng Culture Festival yang biasanya di gelar pada pertengahan tahun antara Juli - Agustus. Banyak acara menarik yang digelar termasuk ritual pemotongan rambut anak gimbal. Namun saat festival ini jangan harap bisa menikmati liburan dengan tenang, karena sangat ramai dan dipenuhi oleh wisatawan. Tiketnya pun sangat terbatas. Jika ingin liburan yang santai, tenang dan sepi, cobalah datang saat weekday seperti kami. :D  

Berminat untuk mencoba touring dengan motor ke Dieng? Selamat menjelajah ya!



6 comments:

  1. kalo tourist boleh sewa dan bawa motor gk ?

    ReplyDelete
  2. saya pun sebagai orang banjarnegara lebih memilih ke dieng lewat jalur wonosobo hahaha, soalnya jalannya lebih mulus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh gitu yah... Hahaha Sepertinya pemerintah daerah Wonosobo lebih giat menggarap pariwisata Dieng dibandingkan Banjarnegara ya.

      Delete
  3. Dieng memang selalu ngangenin ...

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung & berkenan meninggalkan komentar :)