Bandara Depati Amir Pangkalpinang Bangka |
Saya sudah berada di terminal 2F
Bandara Soeta pagi itu sekitar jam tujuh pagi, sementara jadwal keberangkatan
pesawat yang akan saya tumpangi masih sekitar pukul 09.40 WIB. Sebuah pesan
saya kirimkan ke WAG (watsapp group) untuk menginformasikan posisi saya. Tak
disangka, seorang teman sudah lebih dulu berada di sana. Namanya willa, salah
satu peserta famtrip yang sama. Tak berselang lama, satu per satu teman lain menyusul, termasuk Om Don Hasman. So excited! Saya dan Bang Djuli bahkan menodong untuk berfoto bersama fotografer senior yang pernah berjalan kaki selama 35 hari melewati jalur Santiago de Compostela tersebut.
Bersama Om Don Hasman |
Bagi saya famtrip kali ini sedikit berbeda.
Awalnya, saya kira akan bersama travel blogger lain seperti biasanya, nyatanya saya
travel blogger satu-satunya (belakangan Mia Jejakjelata menyusul di hari
kedua). Sementara peserta lain merupakan pelaku travel, media, dan fotografer.
Tak tanggung-tanggung, saya satu famtrip dengan fotografer sekelas Om
Arbain Rambey & Om Don Hasman. Entah abis mimpi apa, yang jelas saya tak
pernah seantusias ini diundang famtrip.
Seorang wanita berhijap dengan
papan bertulis “Famtrip Toboali City On Fire 2” menunggu kami di pintu
kedatangan Bandar Udara Depati Amir Pangkalpinang. Senyum manisnya mengembang
saat menyalami kami satu per satu sambil memperkenalkan diri. Mba Yana namanya.
Ia yang menemani kami selama famtrip ini berlangsung. Sambil menunggu rombongan
lain dari Kota Jogja, Mba Yana menawarkan untuk keliling ke beberapa destinasi
wisata di sekitar Pangkalpinang. Tanpa dikomando, kami pun dengan kompak
mengiyakan.
Perjalanan di Pangkalpinang Bangka |
Di dalam bus saya lebih banyak
diam mengamati keadaan di luar. Maklum, ini kali pertama saya menginjakkan kaki
di Pulau Bangka. Lahan kosong yang ditumbuhi rumput liar, perkebunan, dan
tambang lebih mendominasi pemandangan, sementara pemukiman masih jarang saya temukan. Khas daerah pesisir, udara panas nan terik menyambut kami begitu
keluar dari bus yang tengah berhenti.
Jembatan Emas
Jembatan Emas Pangkalpinang Bangka |
Jembatan Emas menjadi tujuan kami
yang pertama. Jembatan yang pembangunannya menghabiskan dana sekitar 420 milyar
ini memiliki sistem buka tutup atau bascule. Bahkan dalam pengerjaannya yang
dimulai sejak tahun 2009, memakai konsultan ahli dari Inggris dan menjadi
satu-satunya jembatan bertekhnologi bascule di regional Sumatra. Keren!
Jembatan Emas Pangkalpinang Bangka |
Jembatan Emas memiliki daya tarik
sendiri karena berbahan beton dengan rangka baja yang menjulang ke atas yang
bisa terbuka dan menutup. Jembatan ini membentang sepanjang 720 meter dari
daratan Kota Palngkalpinang hingga pesisir Kabupaten Bangka. Perpaduan megahnya
bangunan, pantai dan langit cerah membuatnya terlihat instragramable. Jadi
tidak salah jika jembatan ini juga memiliki daya tarik wisata. Sebagai
informasi, nama EMAS sendiri di ambil dari nama Gubernur Provinsi Bangka
Belitung kala itu, Eko Maulana Ali Soeharso yang juga dijadikan sebagai nama
jalannya.
Jembatan Emas Pangkalpinang Bangka |
Tak hanya dapat mengagumi
kemegahan bangunan jembatan saja, di tempat ini kita juga dapat menikmati
pemandangan pantai di sekitar dan perahu yang lalu lalang. Saya terkesan
melihat gundukan pasir putih di hamparan air laut yang tenang. Rasa-rasanya
ingin segera menggali Bangka lebih dalam.
Pantai di sekitar Jembatan Emas Pangkalpinang Bangka |
Pantai Pasir Padi
Pantai Pasir Padi Pangkalpinang Bangka |
Dari Jembatan Emas, selanjutnya
kami menuju Pantai Pasir Padi. Pantai ini hanya berjarak sekitar 9 km, atau
dapat ditempuh sekitar 15 menit saja. Tak terlalu ramai, namun fasilitas sudah
cukup lengkap, seperti warung makan, toilet, mushola, dll. Garis pantainya pun
cukup panjang sekitar 100-300 meter dengan ombak yang tenang. Sementara
pasirnya berwarna putih dan bertekstur padat. Terlihat gumpalan pasir bulat
seukuran merica yang kemungkinan terbentuk oleh biota penghuni pantai ini. Gumpalan
pasir ini juga yang barangkali membuat pantai ini dinamakan pantai pasir padi.
Walaupun menurut saya lebih terihat seperti merica sih.
Pantai Pasir Padi Pangkalpinang Bangka |
Bibir pantainya begitu luas, bisa
jadi karena air laut sedang surut. Di kejauhan, seorang pemuda tampak tengah sibuk
menggali sesuatu. Saya dan beberapa teman menghampiri. Namanya Andi. Dari
perbincangan singkat kami, diketahui ia sedang mencari cacing klisor. Semacam cacing dengan ukuran lebih besar dan tebal. Katanya klisor ini akan dijadikan sebagai umpan
memancing.
Pantai Pasir Padi Pangkalpinang Bangka |
Andi menunjukkan cacing klisor buruannya |
Tak banyak yang bisa saya lakukan
dan saya temukan di pantai ini. Kami hanya sempat menikmati kelapa muda yang
begitu nikmat berkolaborasi dengan angin sepoi. Masih hari pertama, hitung-hitung pemanasan untuk mengenal Bangka. Tak berselang lama, kami pun kembali ke bandara
menjemput peserta yang baru saja mendarat dari Jogja dan kemudian melanjutkan
perjalanan ke kota tujuan kami, Toboali.
Mencium aroma trasi Bangka. ������
ReplyDeleteKaya kucing -_-
DeleteCKamu nggak nyoba ambil cacing? Buahahahahha.
ReplyDeleteBangka emang indah. Ceweknya juga cantik-cantik *eh
Engga cukup fotoin aja!!! *jaga jarak* wkwkwk
DeleteMenyesal dulu dapat tiket ke sini cuma 110ribu PP tapi nggak dapat jatah libur. :(
ReplyDeleteHahahah resign aja, resign... wkwkwk
DeleteRJJ. Bangka lu!
ReplyDeleteGJ -_-
Deletebener bener minggat nih mas aji wkwkw..13 dino?
ReplyDeleteItu sm GK & Dieng setelahnya om. wkwkwk
Deleteciyeee yg datang ke Bangka....Kesana lagi yukk kak...
ReplyDeleteCieee yang nyusul...
DeleteY ampun Toboali tempat sodaraku nih. Banyak pantainya memang di Bangka
ReplyDeleteWah jembatannyan kayak london bridge ya kak.
ReplyDeleteDuh ku kira bakal diceritain ttg bagaimana om Don saat ngetrip barenngg..
Ini ada lanjutannya?
These tips are very helpful.
ReplyDeleteSexy Escort girls
wahh aku kok gak ke sana?
ReplyDelete