Sore itu, sesaat
setelah berpisah dengan Kak Tyas di hutan pinus Imogiri, Saya dan
Mas Bani segera melanjutkan perjalanan kami menuju pantai di pesisir selatan
Gunungkidul, Jogjakarta. Kami bertiga memang berencana menghabiskan waktu
bersama ke beberapa tempat seperti Kebun Buah Mangunan, Hutan Pinus Imogiri,
dan berakhir dengan menikmati malam bersama dengan camping di salah satu pantai
yang berada di Gunungkidul. Sayangnya dengan beberapa pertimbangan, Kak Tyas
mengurungkan niat untuk bergabung camping di pantai dan terpaksa berpisah di
hutan pinus Imogiri.
Motor kami melaju
dengan santai di jalanan Gunungkidul yang berkelok dan naik turun. Ditemani
soundtrack sebuah lagu dari “Shaggy Dog – Jalan jalan” yang kami nyanyikan
berdua sambil berjoget ala ayam berkokok, sungguh membuat kami benar-benar menikmati perjalanan
kami sore itu. Tawa dan nyanyian kami memecah kesunyian jalan. Sesekali motor
lain melintas dan memperhatikan tingkah aneh kami. Matahari semakin condong
turun ke arah barat atau di sebelah kanan seiring perjalanan kami ke selatan
pulau jawa ini. Bukit batu dan pohon yang berguguran menemani sepanjang perjalanan
di sebelah kanan dan kiri.
Setelah menempuh perjalanan
sekitar 1 jam sampailah kami di pantai Nguyahan. Sebenarnya, kami tidak ada
rencana ke pantai ini sebelumnya. Saat di tengah jalan, kami melihat plang
menuju Pantai Ngrenehan, Ngobaran, dan Nguyahan ini. Barulah kami berfikir
untuk memilih Pantai Nguyahan ini sebagai lokasi camp kami, mengingat hari sudah semakin sore. Pantai Nguyahan persis di sebelah barat pantai
Ngobaran di Desa Kanigoro, Kecamatan
Saptosari, Gunungkidul. Menurut cerita masyarakat setempat, sejak zaman
penjajahan Belanda, pantai ini sering digunakan sebagai tempat pembuatan garam
atau dalam bahasa Jawa disebut uyah. Mulai saat itu hingga kini pantai ini
dikenal dengan nama Pantai Nguyahan. Kami sampai di pantai ini tepat saat matahari mulai tenggelam.
Sunset Pantai Nguyahan |
Pantai Nguyahan
dikelilingi bukit dan pada saat sore hari siluet senja membuat panoramanya kian
memikat. Banyak pengunjung yang sebelumnya ke pantai Ngobaran juga mengunjungi
pantai Nguyahan ini setelahnya. Mengingat pantai Ngobaran hanya memiliki bibir
pantai yang kecil, dan di dominasi oleh bangunan tempat peribadatan seperti
pura, masjid, dll. Di pantai Nguyahan ini, kita dapat bermain pasir, mencari tumbuhan
atau binatang laut di hamparan karang yang terlihat saat surut, atau melakukan
hal lainnya termasuk mendirikan tenda untuk camp. Pengunjungpun tidak perlu
kawatir untuk urusan logistic. Di pantai nguyahan ini sudah tersedia
warung-warung yang menyediakan minum, makan, maupun toilet. Untuk masuk kawasan
ini, pengunjung hanya perlu membayar retribusi Rp5000,- saja sudah termasuk Pantai Ngobaran dan Pantai Ngrenehan.
Matahari mulai menghilang di balik bukit. Kami mencoba mengejarnya dengan cara memanjat bukit yang terletak di sisi timur, dan senja pun semakin menghilang di balik bukit di sisi barat.
Matahari mulai menghilang di balik bukit. Kami mencoba mengejarnya dengan cara memanjat bukit yang terletak di sisi timur, dan senja pun semakin menghilang di balik bukit di sisi barat.
Pantai Nguyahan |
Petang itu, selesai
menyaksikan matahari tenggelam perlahan dan meninggalkan jejak semburat orange
kekuningan, kami mendirikan tenda. Mas Bani sedang merebus air dalam nesting
saat saya selesai menunaikan sholat maghrib. Tak lama setelahnya, kami sudah
duduk menikmati secangkir kopi ditemani biscuit, roti, dan segala macam rupa. Belakangan
kami baru sadar hanya kami berdua penghuni garis pantai Nguyahan malam itu.
Suasana sunyi, dingin, dan sedikit menyeramkan malam itu terlupakan dengan tawa
dan obrolan kami. Deburan ombak, angin semilir, sinar bulan purnama, dan tawa
kami berkolaborasi dengan harmoni. Kami serasa berada pada pantai pribadi.
Entah sudah berapa tema
obrolan kami, dan entah sudah berapa tawa yang terbawa angin, hanyut dan pecah
oleh deburan ombak malam itu. Masih berada di samping tenda, saya merebahkan
tubuh saya diatas matras. Mata saya memandang jauh ke atas, dan menemukan
bintang bertebaran. Saya mengintip angka jam di smartphone yang menunjukkan
hampir tengah malam. Demi bangun pagi dan menunggu matahari terbit, kami
putuskan untuk berpamitan pada bulan, dan masuk tenda untuk memejamkan mata
saat itu juga.
Pagi itu saya sudah
berada di atas bukit sebelah Pantai Ngobaran. Deburan ombak pagi dan kicauan
burung saling bersahutan menyambut matahari terbit yang sedikit malu menampakkan
diri. Perlahan tetapi pasti sinar pagi itu semakin terasa hangatnya. Puas menikmati sunrise dari atas bukit di Pantai Ngobaran, kami kembali ke tenda untuk menikmati secangkir kopi.
Pantai Nguyahan |
Kopi, biskuit, mie instan, dan makanan lainnya menemani obrolan pagi kami. Selesai ngopi dan masih dengan suasana sepi, kami melakukan semua hal pagi itu dengan sesuka hati. Teriak, gulung-gulung di pasir, basah-basahan di atas karang, dan semua hal lainnya.
Pantai Nguyahan |
Pantai Nguyahan |
Saya masih belum melihat orang lain selain kami di sepanjang garis Pantai Nguyahan. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Masih dengan pakaian basah, kami mulai mengemasi tenda dan barang bawaan kami. Dari Pantai Nguyahan, kami masih melanjutkan perjalanan kami ke pantai lainnya. :)
Pantai Nguyahan |
Baca juga :
1. Pantai Greweng; Mengusir Sepi Bersama Moldi
2. Camping & Hammocking di Pantai Sanglen Gunungkidul
3. Pantai Srau; Tiga Pesona Dalam Satu Nama
Baru ditulis sekarang :'(
ReplyDeleteWkwkwkwk daripada engga :v
Deletepertanyaannya: apa yg kalian lakukan selama didalam tenda berdua? :3
ReplyDeleteMau tau aja atau mau tau banget? :v
Deletepantai nguyahan udah rame warung sekarang..
Deletega alami kayak dulu
Iya mas, uda rame warung skarang
DeleteGunung Kidul, pantainya ratusan....ahaha
ReplyDeleteGa nyampe ratusan sih. haha yang ke data skitar 64 kalo tdk salah mas :D
Deleteboleh ngecamp di pasir pantainya atau cuma di parkiran atas pasir pantai mas?
ReplyDeleteboleh ngecamp di pasir pantainya atau cuma di parkiran diatas pasir pantainya mas?
ReplyDelete