Pagi itu begitu syahdu. Udara sejuk khas pegunungan, dengan kabut tipis dan tanah basah sisa hujan semalam. Sebuah desa idaman masa depan y...

Desa Wisata Pancoh, Ekowisata nan Asri di Lereng Merapi

Pagi itu begitu syahdu. Udara sejuk khas pegunungan, dengan kabut tipis dan tanah basah sisa hujan semalam. Sebuah desa idaman masa depan yang sangat cocok untuk “membesarkan anak-anak”. Adalah Desa Wisata Pancoh yang terletak di kelurahan Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman. Desa wisata yang akan membuat jatuh hati bagi mereka yang mengidamkan suasana asri.

Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Desa Wisata Pancoh Sleman DIY

Masih dalam serangkaian acara #EksplorDeswitaJogja, kala itu saya bersama Alid dan Halim menginap di sebuah homestay milik Didik & Ana, pasangan suami istri muda yang menyambut kami dengan sangat ramah. Semalam, kami disuguhi hidangan makam malam yang nikmat sambil saling lempar obrolan hangat. Meski baru kenal, tak membuat kami kaku untuk saling bertukar cerita. Perihal desa wisata, kota asal, bahkan soal pekerjaan. Dan pagi harinya, kembali kami menikmati sarapan yang tak kalah lezat dari Ana sebagai bekal kami menikmati potensi desa tercintanya.

Di aula desa kami bertemu Ngatijan, ketua pokdarwis yang akan menemani kami mengeksplor ekowisata andalan di desanya. Tak perlu menunggu lama, kami langsung diantarkan ke salah satu kebun salak, potensi sekaligus komoditas utama dari Desa Wisata Pancoh ini. Harsono, pemilik kebun menjelaskan beragam pertanyaan perihal kebun salak yang ia kelola. Di desa ini hampir semua masyarakatnya memiliki kebun yang ditanami pelbagai jenis salak. Mulai dari salak pondoh, salak manggala, salak madu, salak gading, dll.

Kebun Salak Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Kebun Salak Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Dari penjelasan Harsono, saya jadi tahu jika salak tak bisa melakukan perkawinan secara alami sehingga perlu dilakukan penyerbukan secara manual oleh petani. Caranya, yakni dengan menaburkan serbuk bunga jantan ke bunga betina. Agar proses pembuahan berjalan lancar dan tidak rusak oleh air hujan, petani biasanya akan menutupnya dengan daun salak yang dibentuk kerucut. Perkawinan ini dilakukan dua hari setelah bunga mekar. Sementara butuh waktu 5-6 bulan untuk memanennya.

Perkawinan Salak Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Perkawinan Salak Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Budidaya salak bisa dilakukan dengan dua cara, yakni dengan proses pencangkokan atau bisa juga dengan menanam bijinya. Kualitas salak dengan proses pencangkokan akan lebih baik jika dibandingkan dengan menanam biji, karena buah salak dari menanam biji akan terasa lebih sepet. Maka dari itu Harsono dan petani lain lebih memilih melakukan proses pencangkokan. Setelah proses pencangkokan, dibutuhkan waktu sekitar 6 bulan untuk proses pindah tanam, dan butuh waktu 2-3 tahun untuk siap panen.

Usia produktif pohon salak mencapai 7-12 tahun. Selama masa produktif itu pohon salak tak perlu banyak perlakuan khusus. Petani hanya perlu melakukan perawatan seperti merapikan daun, dan melakukan perkawinan manual seperti yang sudah saja jelaskan tadi. Pohon salak baru akan diganti dengan pohon baru setelah masa produktifnya sudah lewat. Dalam satu tahun, satu pohon salak bisa dua kali panen, dengan sekali panen menghasilkan sekitar tiga kilogram salak.

Panen Salak Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Panen Salak Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Sambil mengobrol, Harsono mempersilakan kami mencicipi salak hasil kebunnya. Sungguh nikmat, rasa salak hasil petik sendiri langsung dari pohonnya. Untuk memetik, Harsono punya tekniknya, yakni dengan memutar dan menarik satu buah ke satu arah. Tujuannya agar buah salak yang lain tak ikut jatuh. Pun dengan cara mengupas, Harsono memberikan contoh dengan menekan buah salak menggunakan dua telapak tangan hingga berbunyi dan mengelupas. Dengan cara ini, ibu jari yang biasanya kita pakai untuk mengupas tidak beresiko luka atau tergores oleh kulitnya.

Mencicipi Salak Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Mencicipi Salak Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Puas mencicipi salak langsung dari pohon, kami kemudian diajak Ngatijan menuju atraksi wisata selanjutnya, yakni susur sungai. Desa Wisata Pancoh memiliki potensi sungai jernih nan segar yang membelah hektaran kebun salak. Potensi ini kemudian dimanfaatkan oleh pokdarwis untuk membuka atraksi wisata susur sungai. Wisatawan akan diajak berjalan kaki melewati kali adem sepanjang 400 meter tersebut.

Susur Sungai Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Susur Sungai Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Susur Sungai Kali Adem Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Susur Sungai Kali Adem Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Sungainya tak terlalu dalam, hanya sebatas betis orang dewasa. Sesekali kita bisa berhenti untuk bermain air dengan manja. Dalam perjalanan, kami sempat melewati tembok besar yang belakangan kami ketahui merupakan bekas pondasi jembatan rel kereta. Bangunan tersebut kata Ngatijan memiliki sebutan monthet. Konon dahulu kereta digunakan oleh Belanda untuk mengangkut hasil kebun tebu. Sayang, saat ini kita hanya dapat melihat secuil sisa bangunan pondasi jembatan relnya saja.

Monthet Sungai Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Monthet Sungai Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Tak terasa perjalanan yang cukup menguras napas tersebut selesai dengan sampainya kami pada sebuah embung. Di lokasi yang sama juga terdapat area outbond. Pagi itu terlihat rombongan anak sekolah yang bersiap melakukan kegiatan outbond. Sayang kami tak bisa ikut serta, karena harus melanjutkan perjalanan ke Desa Wisata berikutnya, yakni Desa Wisata Malangan.

Outbond Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Outbond Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Saat perjalanan kembali ke homestay, ada satu benda yang menyita perhatian saya. Sebuah bambu yang dibentuk sedemikian hingga, dimana ujungnya terdapat sebuah peralon yang mengaliri air. Bambu akan terisi air dan menumpahkannya hingga menimbulkan suara “surrrr”, dan saat bambu kosong posisinya akan kembali seperti semula dengan menimbulkan benturan dan mengeluarkan suara “thong”. Inilah yang membuat benda ini disebut dengan Surthong.

Surthong Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Surthong Desa Wisata Pancoh Sleman DIY
Desa Wisata Pancoh sungguh memikat hati dengan kearifan lokal serta suasananya yang asri. Desa yang begitu ramah dan dekat dengan alam. Pancoh, teruslah asri dan lestari seperti yel-yelmu :
“Lestari Alamku, Lestari Desaku!"


*Tulisan ini merupakan catatan perjalanan yang didapat saat kegiatan #EksplorDeswitaJogja (Eksplor Desa Wisata Jogjakarta) yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Desa Wisata Provinsi DIY 23-26 Februari 2017.

Desa Ekowisata Pancoh
Pancoh, Girikerto, Turi Sleman
Tlp : 081802652540 (Pak Ngatijan)
IG : @Desaekowisatapancoh 


Baca Juga :

21 comments:

  1. Kita nggak ikut mainan prosotan di embung. Padahal seru loh kalau gabung dengan anak-anak ahahahahha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku pengin ceburan pas susur sungainya sih sbenernya kalo ga dikejar waktu. Wkwkwk

      Delete
  2. Asri banget tuh sungainya.
    Salaknya juga menggugah selera.
    Jadi pengen makan salak.

    ReplyDelete
  3. Susur sungainya seru tuh sepertinya apalagi sambil makan buah salak

    ReplyDelete
  4. wah desa wisata akan banyak pemasukan buat kas desa ayng bisa dibuat bangun desa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yaps, bisa perekonomian warga jg bs terangkat

      Delete
  5. Tertarik dengan kegiatan susur sungainya. Desanya juga kelihatan asri banget :)

    ReplyDelete
  6. Haa Mas Aji kok masih inget banget itu tata cara perkawinan salak wkwk *aku gumun*
    Yang aku inget di kebun salaknya Pak Harsono itu adalah mas Alidabdul diteror kucing :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wkkwkwkw km jehong mba. Ya aku inget krn nyimak betul2 kalo soal perkawinan. *Eaakkk

      Delete
  7. Paragraf pertama berbau "membesarkan anak". Paragraf tengah-tengah berbau "perkawinan". Fix! Ini kaya bahan gojeg'an di grup WA blogger solo. Mungkin dirimu udah ngebet pengen rabi, mas. Hahaha

    1 pohon bisa menghasilkan 3 kg. Itupun bisa 2x panen. Padahal satu kebun pasti punya banyak pohon salak. Wah, setahun bisa panen berapa puluh kg itu?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahaha itu group paling geje, gosah dianggap serius, ntar baper. Wkwkwkwk

      Km minat jd petani salak? Kawinin gadis sana gih... *Eaaaakkk soal kawin lg* wkwkkw

      Delete
  8. Sebuah desa idaman masa depan yang sangat cocok untuk “membesarkan anak-anak” hahahaha keren nih bisa jadi quote

    ReplyDelete
  9. Kali Adem nya enak tuh buat mainan air .....
    Jadi pengin nyobain kesana.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Adem bgt, seger! Cocoklah bt basah2 lucu gt. Ahhaaha (((basah2 lucuu)))

      Delete
  10. Dulu pernah KKN disini nih selama 3 bulan. Warga pancoh terhitung sebagai masyarakat menengah keatas. Mata percahariannya rata-rata sebagai petani dan ada juga yang berternak poyoh. Misalnya pak kontrakan saya selama KKN, jam pagi bersihin kandang puyuh, terus kotorannya dibawa ke kebun salak, pulangnya bawa salak untuk dibawa ke pengepul. Jam 2 an nyari rumput buat kambing etawa. Jadi sorenya rata2 warga pancoh dah longgar dan bisa volley bareng2 dgn semua warga.

    ReplyDelete
  11. Jadi kangen ingin susur sungai, sepertinya enak sambil makan salak..hihi

    ReplyDelete
  12. makan salaknya enak banget langsung metik dari pohon, sweger...... btw beberapa hari lalu merapi kembali aktfi ya semoga gak meletus lagi

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung & berkenan meninggalkan komentar :)