Seperti jalan kampung pada umumnya, tak terlalu lebar dan mulus, memaksa pengendara bermotor mau tak mau melambatkan lajunya. Pun dengan sa...

Sepenggal Inspirasi dari Payung Lukis yang Lestari

Seperti jalan kampung pada umumnya, tak terlalu lebar dan mulus, memaksa pengendara bermotor mau tak mau melambatkan lajunya. Pun dengan saya. Tak apa, toh saya juga sedang tidak diburu oleh waktu. Kampung ini cukup padat, terlihat dari deretan rumah yang cukup rapat. Bahkan gang yang saya lalui semakin menyempit. Sementara, sejauh mata memandang, payung warna-warni terlihat memenuhi pelataran beberapa rumah hingga ke bahu jalan. Saya sedang berada di Desa Tanjung, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten. Desa sentra payung lukis yang tersohor sejak dulu kala.

Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten

Sejarah Payung Lukis Juwiring & Paguyuban Ngudi Rahayu

Laju motor yang pelan mengantarkan saya pada Ngudi Rahayu, salah satu paguyuban pengrajin yang sukses membentangkan payung lukis ke pasar dunia. Tak lama, salam saya terjawab dengan ramah oleh seorang bapak paruh baya. Ngadiyakur namanya. Ialah sosok di balik nama besar paguyuban ini. Bapak usia  50 tahun ini pun mempersilakan saya duduk untuk menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan saya.

Paguyuban Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Paguyuban Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Tentang rahasia. Saya ingin menelisik rahasia di balik kesuksesan Ngudi Rahayu sebagai salah satu sentra produksi payung lukis yang ternama ini. Di luar dugaan, Ngadi nyatanya tak segan menceritakannya. Barangkali, hal ini bukanlah menjadi rahasia yang perlu ditutup-tutupi, melainkan suatu hal yang perlu dibagi kepada orang lain agar semakin termotivasi.


Payung lukis sendiri memiliki sejarah panjang di Juwiring. Payung dengan kualitas terbaik, dahulu berasal dari daerah ini dan sempat mengalami masa kejayaan sekitar tahun 1960-an. Adalah pabrik payung Pinda Aneka, semacam koperasi yang dahulu menampung karya pengrajin sekitarnya, untuk kemudian dipasarkan ke penjuru nusantara hingga mancanegara. Sayangnya, tahun 1984 menjadi akhir kejayaannya, sebab payung produksinya kalah saing dengan payung-payung modern berbahan plastik dari negeri Tiongkok.

Seakan ingin mempertahankan warisan nenek moyang. Masyarakat Desa Tanjung, Juwiring, Klaten hingga kini terus memproduksi payung-payung cantik ini agar tak punah ditelan masa. Ngadi salah satunya.

Ngadiyakur; Ketua Paguyuban Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Ngadiyakur; Ketua Paguyuban Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Ngadi adalah satu dari sekian pengrajin di desa ini yang masih peduli dengan eksistensi payung lukis. Maka, sejak tahun 1998 ia mulai menggeluti usaha warisan orang tuanya tersebut. Kala itu ia masih menjadikan payung lukis sebagai pekerjaan sampingan. Lalu pada tahun 2006, ia semakin banyak menerima pesanan hingga pada tahun 2013 memutuskan mulai fokus pada pembuatan payung dan membentuk Paguyuban Payung Lukis Ngudi Rahayu.

Mengenal Astra & Dompet Dhuafa

Tahun 2014 merupakan tahun baik bagi Ngudi Rahayu. Siang itu Ngadi kedatangan tamu seperti biasanya. Mereka datang untuk melihat dan mendokumentasikan proses pembuatan payung kebanggaannya. Seorang tamu yang ia kenal bernama Tedi, melihat peluang dan memberikan masukan untuk membuat ruang workshop di sisi rumahnya. Ruang ini, bisa difungsikan sebagai tempat edukasi seputar payung lukis kepada para pengunjung.

Payung Dekorasi Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Payung Dekorasi Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Saran baik tersebut tentu ia terima. Namun bagaimana pun Ngadi tetap sadar, bahwa kondisi saat itu tak memungkinkan, mengingat untuk memenuhi pesanan saja paguyuban ini masih terbentur soal modal dan SDM yang terbatas. Tedi yang mengaku dari Asuransi Astra Syariah kemudian menawarkan bantuan berupa modal pinjaman.

Ngadi menolak. Ia beranggapan, pinjaman modal baginya masih terasa memberatkan karena harus berkewajiban mengembalikan beserta bunganya. Belum lagi jika harus menggunakan agunan. Ngadi pun berinisiatif meminta Tedi memberikan dana hibah untuk paguyubannya. Seribu atau dua ribu bagi Ngadi tak masalah, asal dapat memanfaatkannya sebagai modal dan meningkatkan produksi payung tanpa menjadikannya beban. Tak disangka, gurauannya tersebut menjadi nyata beberapa bulan setelahnya. Astra menyetujui usulnya.

Payung Dekorasi Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Payung Dekorasi Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Bak mendapat angin segar, dana hibah ini nyatanya menjadi dongkrak untuk kebutuhan modal Ngudi Rahayu sehingga mampu meningkatkan produktifitas pengrajin paguyuban yang kala itu berjumlah 25 orang. Dana tersebut diterima secara bertahap melalui program Dompet Dhuafa. Kebangkitan payung lukis pun mulai terlihat. Pengrajin yang sebelumnya beralih ke profesi lain, memilih kembali menggeluti pembuatan payung seiring permintaan payung lukis yang semakin meningkat. Kini paguyuban ini memiliki anggota lebih dari 30 pengrajin dengan rentang usia 20-an hingga 60-an tahun.
 
Dukungan Astra tak hanya sebatas dana hibah. Selama satu tahun, Astra melakukan pendampingan mulai dari produksi, pemasaran, hingga administrasi. Hal tersebut tidaklah sia-sia. Dalam evaluasi yang dilakukan setiap triwulan, progresnya terlihat terus meningkat.

Proses Pembuatan yang Panjang & Rumit

Pembuatan payung lukis ini cukup rumit dan melalui proses panjang, sehingga membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ngadi menjelaskan, inti dari pembuatan payung adalah pada kerangkanya. Kerangka ini, kata Ngadi membutuhkan skill khusus sehingga tak sembarang orang mampu membuatnya. Rata-rata, bagian ini dikerjakan oleh para pengrajin yang sudah sepuh. Hingga kini, ketersediaan kerangka ini masih menjadi salah satu kendala saat banyak pesanan datang secara bersamaan.


Kendala lain yang dihadapi adalah perihal bahan baku. Bahan baku pembuatan payung ini bukan berasal dari lingkungan sekitar Juwiring, namun masih didatangkan dari Lereng Gunung Merapi. Bahan baku tersebut adalah bambu dan kayu dengan jenis kembang nongo. Kayu jenis ini dipilih karena pohonnya cepat besar dengan tekstur yang lebih lunak sehingga mudah dikerjakan. Ada banyak jenis payung yang diproduksi di Ngudi Rahayu. Mulai dari payung agung (untuk kerajaan), payung panas hujan, payung dekorasi, payung tari, payung ritual, dan masih banyak lagi.

Sriyono; Pengrajin Kerangka Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Sriyono; Pengrajin Kerangka Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Oleh Ngadi, saya diantarkan ke rumah Sriyono, salah satu pengrajin kerangka payung di desa ini. Dibantu istri, Sriyono setiap hari mengerjakan pekerjaannya di teras rumah beralaskan tikar. Ia tidak dapat memastikan berapa kerangka yang dapat ia kerjakan dalam sehari. Sebab proses pembuatan kerangka ini terbagi atas beberapa tahap, dan tidak selesai dalam satu waktu. Dalam seminggu rata-rata Sriyono beserta istri mampu menyelesaikan 200-500 kerangka payung. Ia menambahkan, jumlah yang ia kerjakan biasanya menyesuaikan jumlah pesanan.

Kerangka Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Kerangka Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Kerangka Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Kerangka Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Pembuatan Kerangka Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Pembuatan Kerangka Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Sriyono; Pengrajin Kerangka Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Sriyono; Pengrajin Kerangka Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Dari rumah Sriyono, kerangka-kerangka payung ini akan diambil alih oleh pengrajin lain untuk kemudian disulam. Yakni memasang tali-tali yang berada di pangkal payung. Tak seperti pengrajin kerangka yang jumlahnya terbatas, pengrajin sulam ini jumlahnya lebih banyak, yang mayoritas merupakan ibu-ibu desa setempat.

Nyulam Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Proses selanjutnya adalah mayu. Yakni, menempelkan kain pada kerangka. Jenis kain yang digunakan menyesuaikan jenis payung yang akan dibuat. Sebagai contoh untuk payung kematian, biasanya menggunakan kain katun seperti kain kafan. Akan beda lagi untuk payung tari, payung dekorasi, atau payung lainnya. Dalam proses ini juga dikenal istilah mlipit, yakni melipat sisa kain di bagian luar agar lebih rapi. Seperti yang sedang dikerjakan oleh Nurmala (46 tahun). Dalam sehari Nurmala bisa mlipit hingga 70 biji payung.

Mayu dan Mlipit Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Mayu dan Mlipit Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Payung-payung setengah jadi ini kemudian dijemur di bawah sinar matahari untuk mengeringkan lem agar merekat sempurna. Sementara itu pengrajin untuk bagian lukis sudah siap menunggu tugasnya. Seperti Yusup (64 tahun). Ia merupakan salah satu pelukis ulung di Desa Tanjung yang sudah puluhan tahun menggoreskan kuasnya di atas payung. Kuning, merah, hijau, biru, dan warna cantik lainnya yang berasal dari cat minyak begitu akrab dengannya. Jemarinya sungguh piawai menari di atas media lukis berbentuk bulat tersebut. Dalam sehari Yusup mampu menyulap 10 hingga 15 payung polos menjadi payung yang cantik dengan corak warna-warni.

Melukis Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Melukis Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Melukis Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Melukis Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Melukis Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Total untuk mendapatkan satu payung lukis saja butuh sekitar 11 tahap,  dimana masing-masing tahap dikerjakan oleh pengrajin yang berbeda. Satu pengrajin akan mengerjakan satu tahap tertentu, sehingga masing-masing bisa berkonsentrasi dengan tugasnya. Apalagi pekerjaan ini dilakukan di rumah masing-masing pengrajin sehingga lebih leluasa mengatur waktu kerjanya.

Workshop yang Menyenangkan Bagi Anak-anak

Melukis, menjadi proses yang paling menarik. Tak heran jika banyak pengunjung yang sengaja datang ke Ngudi Rahayu untuk melihat atau bahkan mencoba proses ini. Alasan ini pula yang pada akhirnya membuat Ngadi membuka workshop yang biasanya diikuti oleh anak sekolah mulai dari taman kanak-kanak. Anak-anak tersebut diajarkan untuk melukis payung dengan beragam warna. Bedanya, cat yang digunakan merupakan cat air yang mudah dibersihkan.

Workshop Melukis di Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Workshop Melukis di Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Workshop Melukis di Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Workshop Melukis di Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Untuk paket workshop ini, Ngadi mematok harga mulai dari 30 ribu rupiah. Anak-anak tersebut dibebaskan untuk melukis payung sesuai kreatifitas masing-masing dan dapat membawa pulang hasil karyanya.

Workshop Melukis di Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Workshop Melukis di Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten

Pada akhir perbincangan saya dengan Ngadi, saya mengajukan sebuah pertanyaan “Lalu, apa kewajiban Pak Ngadi dengan apa yang sudah dilakukan astra bagi Ngudi Rahayu lewat Dompet Dhuafa?”


Ngadiyakur; Ketua Paguyuban Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Ngadiyakur; Ketua Paguyuban Payung Lukis Ngudi Rahayu Juwiring Klaten
Sesaat, Ngadi menghela napas sambil tersenyum, kemudian ia menjawabnya.

“Saya diberikan tanggung jawab mas. Ini soal amanah. Dana hibah dari dompet dhuafa tersebut bukan milik saya, ataupun milik anggota paguyuban. Dana tersebut milik payung lukis; warisan leluhur. Kewajiban saya, tentu melestarikan keberadaan payung lukis ini. Saya malu jika setelah menerima hibah tersebut eksistensi payung lukis tidak meningkat. Payung lukis harus terus lestari, karena payung lukis bukan hanya milik kami, melainkan kekayaan negeri.”

Saya hanya tersenyum mendengarnya. Dalam hati saya berkata “Barangkali, karena ini Astra memberikan dana hibah pada Ngudi Rahayu lewat Dompet Dhuafa. Tak Salah jika demikian alasannya”

Terimakasih ASTRA, teruslah berbagi & menginspirasi untuk melestarikan kekayaan negeri.

Selamat 60 tahun! #Inspirasi60TahunAstra

10 comments:

  1. Kok jadi ingat payung yang dibawa Aqied dulu waktu sama Reza ya hahahahah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepertinya emang iya. 😂😂😂

      Delete
    2. MEMANG IYAAAAAA. dulu ku ngelukis payung di workshop itu juga. Asik tempetnya, habis nggambar payung bisa dibawa pulang. Ku punya payung begini 2.merah dan kuning

      Delete
    3. iyaa iyaaa... tp emang iya nya biasa aja dong mba. Ga santai banget deh -_-

      Delete
  2. Payung lukis juwiring ini apakah bisa menyelamatkan dari guyuran hujan kenangan kak?
    Oh ya, aku salut dengan dibukanya workshop membuat payung lukis oleh anak-anak itu. Jadi dengan berkreasi seperti itu siapa tahu di antara sekian banyak dari mereka ada yang berminat turut melestarikan payung lukis juwiring Klaten sebagai kekayaan negeri, terus lestari :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mba plisss... uda jadi manten lho. Masi aja ngomongin hujan kenangan. -_-
      Ku jd inget mbatik di wukirsari sm km dan yg lain, hahaha

      Delete
  3. Seni dan tradisi yang sudah nyaris ditinggalkan. Anak-anak di kota mungkin tak pernah lagi melihat dan merasakan nikmatnya melukis di atas payung. Aku jadi ingat romansa jaman kecil menari Tari Payung euy.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul mba, anak2 excited bgt liat dan ikut kegiatan semacam ini, apalagi anak kota yg jarang nemu ya. ehehee

      Delete
  4. payung lukisnya bagus ya, itu adalah salah satu barang tradisional.. biasanya ada di acara-acara pernikahan cuma payungnya yang polos.. :)

    ReplyDelete
  5. salut utk Astra dan Dompet Dhuafa yang telah berkontribusi utk turut melestarikan kekayaan budaya lokal payung lukis mjd wisata budaya dan industri handcraft yg mnarik utk dikunjungi

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung & berkenan meninggalkan komentar :)